Salinan Dokumen Otopsi Yang Diterima Keluarga alm. Munir

Siaran Pers

Tentang

Salinan Dokumen Otopsi Yang Diterima Keluarga alm. Munir 

Setelah pihak kelurga alm. Munir menerima salinan dokumen otopsi dari pihak POLRI, perlu kami sampaikan hal-hal berikut ini :

  • Proses otopsi berlangsung sejak 7 September 2004. Kesimpulan atas pemeriksaan awal adalah Munir meninggal secara wajar tidak dapat dipastikan 100 % dengan jelas, walaupun tidak ada diperoleh bukti-bukti kelainan. Pemeriksaan kedokteran ini kemudian dilanjutkan oleh Netherland Forensic Institute.
  • Pada 8 September 2004 ahli pathologi NFI tidak menemukan sebab spesifik yang menunukan ketidakwajaran. Sehingga pemeriksaan Toksikologi dan mikrobiologis dilanjutkan. Akibat kekerasan luar atau dalam, tidak terlihat pada hasil operasi kecil (sectio) ini.

Berdasarkan laporan dari verbalisant, berkemungkinan. Munir mengalami hal yang tidak enak selama di dalam pesawat terbang selama dalam perjalanannya ke negeri Belanda, (adanya muntah-muntah dan diare) dan kemudian meninggal.

Pada waktu pemeriksaan saction (operasi kecil) isi lambung usus banyak mengandung air. Tidak ada tanda-tanda peradangan yang mencolok dalam saluran lambung dan anus.

Juga tidak kelainan pada hati, jantung, otak, cairan otak dan jaringan-jaringan otak serta pembuluh paru-paru yang dapat dijadikan sebab yang berarti untuk kematian.

  • Pada 1 Oktober 2004, hasil pemeriksaan lanjutan menunjukan :
    • Di dalam darah Munir ditemukan zat-zat berupa arsenic, paracetamol, metoclopramide, diazepam, dan mefanic acid. Tidak terlihat adanya alcohol dalam urin dan darah. Juga tidak diperoleh petunjuk-petunjuk reaksi karena alergi sewaktu akan meninggal. Konsentrasi arsenic dalam darah cukup tinggi. Di dalam lambung terdapat dosis arsenic yang cukup fatal.
    • Meninggalnya Tn. Munir dapat dijelaskan karena keracunan arsenic.
    • Tidak dapat ditentukan kapan dosis arsenic yang atal diminum ataupun diberikan.
    • Bentuk chemis dimana arsenic itu diminum atau diberikan bukanlah merupakan suatu bukti yang menentukan.
    • Akan diadakan pemeriksaan lanjutan mengenai zat-zat yang ada di dalam lambung secara organis chemis. Juga akan diadakan pemeriksaan yang lebih teliti mengenai konsentrasi arsenic tersebut. Bersama ini akan diadakan laporan pelengkap.

Laporan ditandatangani Lusthof, ahli toksikologi NFI.

  • Pada 13 Oktober 2004, pemeriksaan lanjutan yang lebih teliti mengenai zat-zat yang ada di dalam lambung secara organis-chemis yang menyimpulkan bahwa Munir meninggal karena keracunan arsenic. Dari hasil pemeriksaan Toksikologi terdapat konsentrasi yang sangat tinggi dari arsenic di dalam darah, urin serta lambung.
    • Darah : 3,1 mg/liter
    • Urin : 4,8 mg/liter
    • Lambung : 460 mg/liter

 

  • Pada 28 Oktober 2004, Menteri Luar Negeri Belanda menginformasikan kepada Menteri Luar Negeri RI tentang kesimpulan hasil otopsi yang menyatakan bahwa Munir meninggal karena diracun arsenic.
  • Pada 4 November 2004, berkas laporan definitif forensik diserahkan oleh E. Vissre, Public Prosecutor Amsterdam kepada Menteri Kehakiman Belanda.
  • Meninggalnya Munir dapat ditegaskan karena keracunan arsenic. Tidak dapat ditentukan kapan dosisi yang fatal itu duminum ataupun diberikan bukanlah merupakan suatu bukti yang menentukan.
  • Tidak diperoleh petunjuk-petunjuk reaksi karena alergi sewaktu akan meninggal.

Catatan :

Arsenikum ini baru dapat bekerja setelah dua jam sampai dengan satu hari.

  • Pada 11 November 2004, pemerintahan Belanda melalui Kedutaan Besar Belanda di Jakarta menyerahkan secara resmi salinan dokumen otopsi kepada Kementrian Luar Negeri RI, melalui Dirjen Amerika dan Eropa Barat, A. Effendi. Pemerintah Beland menyatakan :
    • Keputusan apapun selanjutnya adalah tanggung jawab Pemerintah Indonesia.
    • Hasil otopsi ini membutuhkan investigasi judicial oleh pihak Indonesia.
    • Pihak Belanda bersedia-siap (stand ready) untuk menyediakan bantuan hukum (legal assistance), didasarkan sebuah permintaan resmi (official request for legal assistance).
    • Pihak Belanda mengharapkan Pemerintah Indonesia untuk memberitahukan pada keluarga Munir sesegera mungkin mengenai temuan-temuan laporan tersebut.

Selain hal di atas, perlu disampaikan pula bahwa Keluarga alm. Munir bersama dengan kuasa hukum, Imparsial dan Kontras telah bertemu dengan Menteri Hukum dan HAM RI pada 9 Desember 2004.

Keluarga alm. Munir secara resmi menminta Menteri Hukum dan HAM RI meminta Netherland Forensic Institute (NFI) mengestimasi waktu (tempus) masuknya zat arsen ke dalam tubuh almarhum Munir dan menhadirkan para ahli forensik dari NFI yang terlibat dalam proses otopsi, sebagai saski ahli (expert witness) di Pengadilan RI. Selain itu, keluarga Munir juga mendesak Menteri Hukum dan HAM RI agar seluruh dokumen yang masih berada di tangan pemerintahan Belanda, segera diserahkan kepada Pemerintah Indonesia.

Menteri Hukum dan Ham Hamid Awaluddin berjanji akan menyampaikan kepada Presiden secara langsung dan mengambil inisiatif bersama Jaksa Agung untuk mengupayakan diperolehnya dokumen pemeriksaan (BAP) oleh kepolisian Belanda serta meminta dihadirkannya saksi ahli dari Netherland Forensic Institute.

Demikian disampaikan. Terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya.

Jakarta, 10 Desember 2004