LSM HAM Menentang Deal Politik Rahasia Menlu AS-RI

Siaran Pers Bersama

Tentang

LSM HAM MENENTANG DEAL POLITIK RAHASIA MENLU AS-RI

Kami memahami adanya kebutuhan untuk membangun kerjasama antara Pemerintah AS dan Republik Indonesia melalui kunjungan Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice. Namun kami mendesak Pemerintah cq. Menlu RI untuk menolak tawaran pemerintah AS tentang kebijakan NSA (non surrender Agreement).

NSA pada pokoknya merupakan perjanjian tentang komitmen timbal balik untuk tidak menyerahkan warga negara kepada Mahkamah Pidana Internasional. Dengan perjanjian ini, Negara pendatangan perjanjian akan mengecualikan warga negara masing-masing dari jurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional tersebut.

Bagi kami, NSA adalah cara yang tidak fair menghindari jangkauan jurisdiksi hukum universal. Penerimaan atas tawaran ini bertentangan dengan hukum nasional tentang hak asasi manusia.

Dalam hal ini, RAN HAM Indonesia 2004-2009 telah menetapkan untuk meratifikasi ICC pada 2008. Bila Indonesia menerima tawaran tersebut, maka hal itu bisa mengugurkan kebijakan pemerintah di tengah jalan.

Kedua, bila NSA diajukan sebagai pengganti atas pencabutan embargo militer AS pada 22 November 2005 – dan diterima Indonesia – tidak ada jaminan bahwa embargo tersebut akan berlangsung permanen. Keputusan pencabutan embargo pemerintah AS yang dinila sepihak itu tengah dipersoalkan Kongres AS dari kalangan Demokrat maupun Republik.

Ketiga, Indonesia maupun Amerika Serikat bukan merupakan negara peserta ICC (state party). Sehingga Indonesia tidak memiliki kewajiban hukum apapun †sebelum ratifikasi ICC †untuk menyerahkan warganegaranya ataupun warga negara AS ke ICC.

Kami mengingatkan kepada pemerintah untuk menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia seperti tertuang dalam Amandemen Konstitusi UUD 1945, Undang-Undang HAM, dan UU Pengadilan HAM serta sejumlah intrumen internasional HAM yang telah diratifikasi RI seperti ICCPR (Konvensi Hak Sipil-Politik), ICESCR (Konvensi Hak Ekonomi Sosial dan Budaya), CAT (Konvensi Menentang Penyiksaan), CERD (Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial), CRC (Konvensi Perlindungan Hak Anak) serta Konvensi Geneva 12 Agustus 1949.

Bagaimanapun, setiap orang yang melakukan pelanggaran HAM berat harus dituntut, diadili dan dihukum melalui jurisdiksi hukum setiap negara, dan jurisdiksi universal. Karena itu, sudah tepat rencana pemerintah RI untuk ratifikasi ICC. Demikian pernyataan ini.

Jakarta, 6 Januari 2006

lampiran: Apa Itu NSA, Negara Yg Ikut Serta, Negara Yg Menolak