Resolusi Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia Indonesia Atas Kejahatan Rezim Soeharto

RESOLUSI KORBAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA ATAS KEJAHATAN REZIM SOEHARTO

            Mengingat ketentuan-ketentuan yang menyediakan hak-hak kepada para korban pelanggaran hukum hak asasi manusia internasional yang ditemukan di banyak instrumen internasional yang sebagian besar telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia, secara khusus Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, Konvensi Menentang Penyiksaan Hukuman Lainnya yang Kejam, Hukuman yang Tidak Manusiawi atau Perlakuan yang Merendahkan Martabat, Konvensi tentang Hak Atas Anak, Serangkaian Prinsip Perlindungan dan Pemajuan Hak Asasi Manusia melalui Tindakan Memerangi Impunitas, dan Prinsip-Prinsip Dasar dan Panduan atas Keadilan Tentang Hak Atas Pemulihan dan Reparasi Kepada Korban Pelanggaran Berat Hukum Hak Asasi Manusia Internasional dan Pelanggaran Serius Hukum Hukum Humaniter Internasional,

            Mengakui bahwa Indonesia merupakan negara hukum sesuai dengan cita-cita bangsa dan harapan pendiri negeri ini, dan merupakan tugas dan kewajiban negara untuk melaksanakan keadilan dan penegakan hukum,

Mengingat ketentutan-ketentuan hukum positif nasional yang secara khusus mengakui jaminan akan pemenuhan hak-hak asasi manusia, secara khusus Amandemen II UUD 1945 pasal 28A-J, TAP MPR XVII Tahun 1998 Tentang Hak Asasi Manusia, UU No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, UU No.26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 40 Tahun 2004 Tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) HAM Tahun 2004-2009,
  
            Mencatat bahwa mulai dari akan berkuasa hingga mundurnya Soeharto begitu banyak terjadi peristiwa kejahatan terhadap kemanusiaan di Indonesia, mulai dari peristiwa pembantaian ’65, Timor Timur, kasus Tanjung Priok, kasus Petrus, persekusi terhadap aktivis Muslim, diskriminasi rasial,  operasi militer di Aceh dan Papua, kasus Talangsari-Lampung, penculikan aktivis 1998, penembakan mahasiswa di Trisakti, Semanggi I dan II, hingga peristiwa Mei ’98, yang semuanya itu melahirkan piramida korban yang luar biasa,

            Menegaskan kembali bahwa, pemaafan terhadap Soeharto hanya mutlak dimiliki oleh para korban dan atas persetujuan setiap korbannya dan tidak ada seorang pun di negeri ini yang boleh kebal hukum atas dasar apapun,

Meyakini bahwa, berdasarkan perspektif kemanusiaan berorientasi-korban, para korban Rezim Soeharto akan menguatkan solidaritas kemanusiaannya dengan komunitas korban lainnya, kaum mahasiswa, kaum buruh, kaum petani, dan para kelompok pro-demokrasi lainnya yang konsisten menuntut Soeharto dan kroni-kroninya untuk tetap bisa diadili,

Menyatakan hal-hal sebagai berikut:

  1. Menuntut negara untuk mengungkapkan secara formal atas kejahatan-kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukukan oleh Rezim Soeharto seperti yang disebut di atas, penuntutan dan penghukuman bagi Soeharto dan para pelaku lain yang bertanggung jawab, dan ganti rugi material dan immaterial terhadap seluruh korban Rezim Soeharto.
  2. Bersama-sama dengan prinsip solidaritas terhadap kelompok pro-demokrasi lain yang masih percaya pada pentingnya cita-cita reformasi berjuang dan bergerak menuntut keadilan terwujud di negeri ini.
  3. Mengajak seluruh rakyat Indonesia secara damai untuk menuntut negara agar Soeharto dan kroni-kroninya tunduk di bawah hukum.

    Jakarta, 18 Mei 2006

    Para Korban Pelanggaran HAM Rezim Soeharto