“Lembaga Perlindungan Saksi Harus Segera Dibentuk”

JAKARTA — Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Usman Hamid mendesak pemerintah segera membentuk lembaga perlindungan saksi. Menurut dia, pembentukan lembaga ini akan memberi harapan baru bagi pengungkapan siapa pembunuh Munir. "Paling tidak akan menumbuhkan keberanian bagi para saksi," ujarnya di Jakarta kemarin.

Usman mengungkapkan, selama ini, salah satu kendala dalam pengusutan kasus kematian Munir adalah keengganan para saksi untuk memberikan keterangan. Mereka tidak berani memberikan keterangan secara resmi terkait dengan rencana pembunuhan Munir karena tidak terjamin keselamatannya. "Rasa terancam membuat mereka tutup mulut," katanya.

Bahkan dalam pengusutan kasus Munir ini, kata Usman, anggota tim pencari fakta kasus Munir yang juga anggota kepolisian tak lepas dari ancaman.

Ketakutan para saksi ini, Usman melanjutkan, semakin beralasan karena dalam laporan resmi tim pencari fakta dinyatakan bahwa ada keterlibatan Badan Intelijen Negara. "Dengan keadaan seperti itu, wajar saja kan kalau mereka tidak mau bicara, apalagi tidak ada perlindungan hukum yang pasti bagi mereka," ujarnya.

Karena itu, kata Usman, lembaga perlindungan saksi ini harus segera terbentuk. Apalagi, menurut dia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban telah disahkan pada 11 Agustus tahun lalu.

Hal senada dikatakan Koordinator Bidang Hukum Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho. Dia meminta pemerintah segera menindaklanjuti undang-undang tentang pembentukan lembaga perlindungan saksi. "Undang-undang itu telah disahkan 6 bulan yang lalu, tapi tidak terlihat adanya upaya tindak lanjut," ucap Emerson.

Pembentukan lembaga perlindungan saksi ini juga didesakkan oleh Koalisi Perlindungan Saksi, yang terdiri atas 20 lembaga swadaya masyarakat, seperti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Indonesia Corruption Watch, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Aliansi Jurnalis Indonesia, serta Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. TITIS SETIANINGTYAS

“Lembaga Perlindungan Saksi Harus Segera Dibentuk”

JAKARTA — Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Usman Hamid mendesak pemerintah segera membentuk lembaga perlindungan saksi. Menurut dia, pembentukan lembaga ini akan memberi harapan baru bagi pengungkapan siapa pembunuh Munir. "Paling tidak akan menumbuhkan keberanian bagi para saksi," ujarnya di Jakarta kemarin.

Usman mengungkapkan, selama ini, salah satu kendala dalam pengusutan kasus kematian Munir adalah keengganan para saksi untuk memberikan keterangan. Mereka tidak berani memberikan keterangan secara resmi terkait dengan rencana pembunuhan Munir karena tidak terjamin keselamatannya. "Rasa terancam membuat mereka tutup mulut," katanya.

Bahkan dalam pengusutan kasus Munir ini, kata Usman, anggota tim pencari fakta kasus Munir yang juga anggota kepolisian tak lepas dari ancaman.

Ketakutan para saksi ini, Usman melanjutkan, semakin beralasan karena dalam laporan resmi tim pencari fakta dinyatakan bahwa ada keterlibatan Badan Intelijen Negara. "Dengan keadaan seperti itu, wajar saja kan kalau mereka tidak mau bicara, apalagi tidak ada perlindungan hukum yang pasti bagi mereka," ujarnya.

Karena itu, kata Usman, lembaga perlindungan saksi ini harus segera terbentuk. Apalagi, menurut dia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban telah disahkan pada 11 Agustus tahun lalu.

Hal senada dikatakan Koordinator Bidang Hukum Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho. Dia meminta pemerintah segera menindaklanjuti undang-undang tentang pembentukan lembaga perlindungan saksi. "Undang-undang itu telah disahkan 6 bulan yang lalu, tapi tidak terlihat adanya upaya tindak lanjut," ucap Emerson.

Pembentukan lembaga perlindungan saksi ini juga didesakkan oleh Koalisi Perlindungan Saksi, yang terdiri atas 20 lembaga swadaya masyarakat, seperti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Indonesia Corruption Watch, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Aliansi Jurnalis Indonesia, serta Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. TITIS SETIANINGTYAS