Kontras Kecewa terhadap Keputusan DPR

JAKARTA — Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) kecewa terhadap keputusan Dewan Perwakilan Rakyat yang tidak meloloskan pengadilan ad hoc dalam kasus penembakan di kampus Universitas Trisakti dan Semanggi pada 1998. "Itu bukti kalau sejak awal DPR tidak berkehendak mendorong kasus ini diadili secara layak dan akuntabel," kata Kepala Divisi Pemantauan Impunitas dan Reformasi Institusi Kontras Haris Azhar di Jakarta kemarin.

Dalam rapat Badan Musyawarah DPR pada Selasa lalu, mayoritas fraksi menolak pemimpin DPR, Agung Laksono, menyurati Presiden tentang pembentukan pengadilan hak asasi manusia ad hoc. Ini merupakan tindak lanjut dari rekomendasi Komisi Hukum terhadap temuan Komnas HAM. Dari sepuluh fraksi, hanya empat yang mendukung, yakni Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Faksi Partai Damai Sejahtera.

Koordinator Kontras Usman Hamid mensinyalir keputusan Dewan itu merupakan hasil kesepakatan elite politik untuk menggembosi rekomendasi Komisi Hukum. Tanpa restu dari Dewan, langkah yuridis dalam kasus Trisakti dan Semanggi tentu sulit dilakukan. Kontras mengusulkan agar Komnas HAM meminta pendapat hukum dari Mahkamah Konstitusi. "Sekarang kami hanya bisa berharap pada niat baik pemerintah yang akan datang," ujarnya.

Ketua Komisi Hukum DPR Trimedya Panjaitan menyatakan pemimpin DPR dan fraksi harus memberikan klarifikasi mengenai status pengadilan hak asasi manusia ad hoc ini. Dia meminta Agung Laksono sebagai pemimpin Dewan memiliki sikap tegas. "Kalau ada iktikad baik, harus dilakukan klarifikasi dengan mengumpulkan semua pemimpin fraksi," ujarnya.

Sementara itu, Syarif Hasan, Ketua Fraksi Partai Demokrat, menganggap keputusan Badan Musyawarah sudah tepat. Keputusan DPR terdahulu yang menyatakan tidak ada pelanggaran hak asasi manusia berat harus dihormati. Karena itu, jika ingin membentuk pengadilan ad hoc, DPR harus mencabut keputusan sebelumnya.

Maria Chatarina Sumarsih, ibunda Bernadus Irawan, yang menjadi korban dalam peristiwa Semanggi I, menilai keputusan Dewan itu telah menyakiti hati keluarga para korban. "Semakin lama saya merasa mereka tidak manusiawi," katanya. Raden Rachmadi | Gunanto ES