DPR Tidak Bisa Lagi Diharapkan: Keluarga Korban Kecewa

Jakarta, Kompas – Penolakan mayoritas fraksi di Badan Musyawarah DPR untuk membawa keputusan Komisi III ke rapat paripurna makin menunjukkan bahwa DPR tak bisa diharapkan lagi untuk penegakan hak asasi manusia. Sikap inkonsistensi anggota DPR juga mendapat kecaman.

Keputusan Badan Musyawarah (Bamus) DPR, Selasa (6/3), yang menganulir putusan Komisi III—yang menyarankan pimpinan DPR berkirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc—membuat penuntasan kasus pelanggaran hak asasi manusia Trisakti dan Semanggi semakin tidak jelas.

Ketua YLBHI Patra M Zen di Jakarta, Rabu, berpendapat, DPR dan pemerintahan sekarang tak bisa diharapkan. "Kita tinggal berharap pada pemerintahan dan DPR baru melalui Pemilu 2009," ujar Patra.

"Hasil rapat Badan Musyawarah DPR menunjukkan ’wajah’ DPR sebenarnya, yang memang tak punya kemauan menuntaskan kasus ini. Bahkan tampak sekali mereka menetapkan ’standar ganda’ atau politik ’muka dua’," ujar Haris Azhar dari Kontras.

Menurut Haris, politik "standar ganda" dan "muka dua" itu tampak ketika Komisi III menunjukkan kesan akomodatif dan "wajah manis" dalam setiap rapat pembahasan masalah hak asasi manusia. Akan tetapi, ketika kasus tersebut bergulir dan ditangani di tingkat lain, semacam Bamus, politisi DPR itu menurut Haris menunjukkan wajah mereka sebenarnya, yang memang sangat tidak akomodatif dan bahkan anti terhadap upaya-upaya penegakan HAM.

Dari 10 fraksi yang ada di DPR, hanya dua fraksi yang konsisten mendukung, yaitu Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Fraksi Kebangkitan Bangsa.

Sumarsih, ibunda Norma Irmawan, mahasiswa Universitas Katolik Atma Jaya yang menjadi korban dalam Tragedi Semanggi tahun 1998, kecewa terhadap keputusan rapat Bamus.

Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh berkomentar singkat. "Itu kan sudah di luar wewenang kejaksaan, dong. Kami dalam hal itu penonton." (dwa/sut/idr)