Kerja Polisi: Menanti Prestasi Selanjutnya…

Sejak Jenderal (Pol) Sutanto dilantik menjadi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, 8 Juli 2005, lembaga itu tercatat beberapa kali membuat prestasi besar. Prestasi ini misalnya, menembak mati tersangka teroris Dr Azahari, pada 9 November 2005 dan keputusan untuk memproses hukum jenderal bintang tiganya, Komisaris Jenderal Suyitno Landung.

Sekarang, masyarakat kembali berharap, Polri kembali mencetak prestasi besar, yaitu berhasil mengungkap kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir yang terjadi 7 September 2004.

Pembunuhan Munir, memang tidak dapat dianggap sebagai kasus biasa. Jika melihat waktu dan tempat kejadian, yaitu saat dia dalam penerbangan Jakarta-Belanda serta racun arsen yang ada di tubuhnya, pembunuhan itu jelas dilakukan banyak orang dengan perencanaan matang.

Kasus ini makin istimewa jika melihat latar belakang Munir sebagai lokomotif perjuangan hak asasi manusia di Indonesia. Sehingga, pembunuhan terhadapnya, tidak ubahnya pengkhianatan terhadap pembaruan Indonesia, khususnya dalam bidang penegakan HAM.

Saking istimewanya kasus Munir, Presiden Yudhoyono sampai pernah menyebutkan, pengungkapannya merupakan ujian sejarah Indonesia. "Itu artinya, jika kasus Munir tidak terungkap, pemerintahan sekarang dapat dinilai masih sama dengan pemerintahan sebelumnya, khususnya di jaman Orde Baru," jelas mantan anggota Tim Pencari Fakta kasus Munir, Amiruddin Al Raham.

Masa Orde Baru, dicatat sebagai era gelap penegakan HAM. Hampir tidak ada penyelesaian yang tuntas atas sejumlah pelanggaran HAM yang terjadi di masa itu. Misalnya kasus pembunuhan Marsinah, buruh dari Sidoarjo, Jawa Timur atau wartawan Harian Bernas, Yogyakarta, Fuad M Syafruddin alias Udin. Sejumlah tersangka yang diperiksa dan kemudian diadili dalam kedua kasus itu, ternyata dibebaskan karena dianggap tidak terbukti.

Mendengar komitmen Presiden Yudhoyono di atas, sempat muncul harapan, kasus Munir tidak akan bernasib sama dengan kasus-kasus lain, terutama yang terjadi di jaman Orde Baru. Sebab ada keyakinan, pemerintah ini telah berbeda dengan pemerintah sebelumnya.

Namun, ketika 3 Oktober 2006, Mahkamah Agung menyatakan pilot Garuda Pollycarpus Budihari Priyanto tidak terbukti ikut membunuh Munir, sempat muncul kegamangan atas harapan dan keyakinan itu.

Kondisi ini yang membuat sejumlah pihak, terutama aktivis HAM, sempat was-was dan curiga ketika Sutanto mengumunkan dua tersangka baru dalam kasus Munir, yaitu IS dan R. Ada pertanyaan besar, apakah kali ini polisi benar-benar serius atau hanya bermain-main?

"Saya melihat polisi membuat banyak kemajuan. Namun, ini masih penilaian awal. Selanjutnya masih harus ditunggu, seperti tentang siapa saja tersangka berikut motifnya hingga bagaimana nanti tuntutan dan vonis di persidangan," kata Usman Hamid, koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras.). Kontras adalah salah satu lembaga yang didirikan Munir.

Jika melihat sejumlah prestasi yang dicetak polisi di bawah kepemimpinan Sutanto di atas, agaknya optimisme dalam penyelesaian kasus Munir patut digantungkan. Namun, kewaspadaan juga tetap harus dijaga karena di samping prestasi itu, sering ada pekerjaan yang belum selesai. (NWO)