Ancaman Hukuman Mati TKI Asal Aceh di Malaysia: Pemerintah Aceh Harus Tunjukkan Sikap yang Bertanggung Jawab!

Ancaman Hukuman Mati TKI Asal Aceh di Malaysia
Pemerintah Aceh Harus Tunjukkan Sikap yang Bertanggung Jawab!

Ancaman hukuman mati terhadap TKI asal Aceh di Malaysia tidak bisa hanya dilihat sebatas persoalan kriminalitas belaka. Di samping adanya persoalan membanjirnya TKI legal dan illegal di luar negeri yang terjadi setiap tahunnya, jangan lupa, Aceh juga pernah mengalami konflik berkepanjangan yang salah satu dampaknya adalah meningkatnya jumlah pelarian politik atau pencari suaka di luar negeri. Sayangnya, MoU Helsinki hanya menyebutkan reintegrasi bagi mantan pasukan GAM, tahanan politik dan masyarakat korban konflik. Tidak ada penyebutan secara spesifik tentang proses reintegrasi terhadap korban konflik dan atau pelarian politik yang sampai sekarang masih berada di luar negeri.

Karena itu, LBH Banda Aceh dan KontraS Aceh meminta semua pihak termasuk  pemerintah Aceh untuk tidak melihat ancaman hukuman mati terhadap TKI asal Aceh di Malaysia semata-mata hanya dari sisi yuridis, tetapi harus dilihat juga dari sisi sosiologis dan prinsip-prinsip HAM internasional. Hukuman mati merupakan jenis pelanggaran hak asasi manusia yang paling penting, yaitu hak untuk hidup ( right to life). Hak fundamental (non-derogable rights) ini merupakan jenis hak yang tidak bisa dilanggar, dikurangi, atau dibatasi dalam keadaan apapun, baik itu dalam keadaan darurat, perang, dan damai termasuk bila seseorang menjadi narapidana.

Saatnya bagi pemerintahan Aceh untuk menunjukkan keseriusannya memberikan perlindungan terhadap rakyatnya sekaligus meyakinkan publik Aceh terhadap ketersediaan sumber-sumber produksi dalam negeri. Sehingga fenomena mencari kerja di luar negeri dapat diminimalisir mengingat secara faktual keberadaan mereka di luar negeri banyak menimbulkan persoalan-persoalan hukum.

Fenomena membanjirnya TKI legal dan ilegal di luar negeri merupakan salah satu bentuk kegagalan pemerintah masa lalu dalam menyediakan dan membuka sumber-sumber mata pencaharian di dalam negeri. Dalam konteks Aceh, berkurangnya jumlah pencari kerja luar negeri dan kembalinya para pelarian politik dan korban konflik dari luar negeri ke Aceh merupakan tolok ukur keberhasilan perdamaian sekaligus kesuksesan pemerintahan baru Irwandi-Nazar.

Berdasarkan hal di atas, kami dari LBH Banda Aceh dan KontraS Aceh menyatakan:

1.Kami secara tegas menolak segala bentuk hukuman yang berakibat pada hilangnya hak untuk hidup.
2.Pemerintah Aceh untuk segera membentuk tim investigasi untuk menyelidiki berapa jumlah pasti warga Aceh yang terancam hukuman mati di Malaysia. Langkah investigasi ini dapat berupa mendata jumlah warga Aceh yang bermasalah di Malaysia, mendata sejauh mana proses peradilan yang telah dijalankan oleh warga Aceh tersebut, dan mengetahui di penjara bagian mana warga Aceh ini ditahan.
3.Pemerintah Aceh untuk lebih proaktif melakukan komunikasi yang intensif dengan pemerintah Malaysia untuk memohon pengurangan hukuman warga Aceh yang bermasalah di Malaysia dan memperhatikan permasalahan WNI yang sedang dalam proses peradilan di luar negeri termasuk warga Aceh di Malaysia.  
4.Pemerintah Aceh harus menjamin tersedianya sumber-sumber pencaharian bagi seluruh komunitas yang ada di Aceh.

 

Banda Aceh, 17 April 2007

Lembaga Bantuan Hukum
LBH Banda Aceh 
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
KontraS Aceh
  
Hospinovizal Sabri
Kepala Divisi Hak Sipil dan Politik
Asiah
Koordinator