Pemerintah, Aparat Keamanan, dan TNI Jangan Cuma Menuduh

JAKARTA, KOMPAS–Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Aceh Working Groups (AWG) menyesalkan sikap pemerintah, terutama aparat keamanan dan TNI, yang selalu dengan mudah melontarkan berbagai macam tuduhan untuk menanggapi berbagai persoalan yang terjadi di Aceh, seperti terkait aksi penurunan bendera Merah Putih di sejumlah daerah di sana.
 
Pernyataan itu disampaikan dalam jumpa pers AWG, Selasa (14/8), yang dihadiri sejumlah aktivis LSM seperti Kontras, Elsam, Imparsial, Human Right Watch Groups (HRWG), dan Aceh Judicial Monitoring Institute (AJMI). Mereka lebih lanjut meminta pemerintah dan aparat keamanan, jika memang mau dan sanggup bersikap tegas, mereka harus bisa membuktikan untuk memproses semua pihak yang mereka tuding tadi sesuai jalur hukum.

”Seharusnya polisi bisa menggunakan saja kewenangannya memproses lewat jalur hukum terkait kejadian itu. Jika tidak, akhirnya muncul stigma tertentu, misalnya, ada rakyat Aceh yang tidak senang pada pemerintah atau Jakarta seperti terjadi sekarang,” ujar Koordinator AJMI Hendra Budian.

Menurut Hendra, jika aparat keamanan dan TNI tidak bisa menahan diri, tuduhan-tuduhan yang dilontarkan dikhawatirkan justru akan berdampak buruk pada kelangsungan perdamaian di Aceh, apalagi jika mereka tidak dapat membuktikannya seperti selama ini terjadi.

”Kalau dahulu awal tahun 2006 ada isu pemurtadan yang dilakukan misi asing, sampai sekarang tidak satu pun terbukti dan dibawa ke proses hukum. Begitu juga sekarang ada tuduhan kriminal bersenjata naik 400 persen. Tidak sembarang orang bisa mengakses senjata kan. Apa polisi sudah berani menjalankan kewenangannya?” ujar Hendra.

Sementara itu Amiruddin Al Rahab dari Elsam menyatakan, tuduhan dan stigmatisasi dari pemerintah pusat seperti terkait kasus penurunan bendera Merah Putih sekarang bukan lah hal baru. Hal seperti itu menurutnya selalu diulang-ulang. Padahal yang dibutuhkan sekarang, tambah Amiruddin, adalah penyikapan baru penanganan masalah yang muncul di Aceh oleh pemerintah pusat. Hal itu bertujuan memperbaiki hubungan antara rakyat Aceh dan pemerintah pusat di Jakarta.

Amiruddin mencontohkan, kasus sebelumnya di mana salah satu partai politik baru di Aceh didirikan dengan simbol GAM. Saat itu menurutnya muncul berbagai macam tuduhan dari Jakarta. Bahkan ada pula yang menyatakan tindakan seperti itu bisa langsung ditumpas.

”Padahal suatu upaya damai, sebagai transformasi konflik bersenjata sebelumnya, telah memunculkan transformasi politik, yang juga memerlukan adanya keleluasaan secara politik. Dengan begitu tidak perlu lagi ada cara-cara (separatis) sekadar untuk bisa berkomunikasi dengan Jakarta,” ujar Amiruddin. (DWA)