Peradilan: Aktivis Nilai Putusan MA Tidak Peka terhadap Korban

Jakarta, Kompas – Berbagai putusan yang dibuat Mahkamah Agung dinilai sejumlah aktivis dan korban kasus pelanggaran hak asasi manusia menunjukkan sikap yang tidak peka terhadap keadilan bagi publik. Putusan MA yang memenangkan gugatan mantan Presiden Soeharto terhadap majalah Time, misalnya, semakin menegaskan ketidakberpihakan MA terhadap keadilan bagi korban.

Ketidakpekaan itu menunjukkan kepemimpinan di lembaga tinggi peradilan itu keropos. "Kepemimpinan di MA tak lagi layak dipertahankan. Pemerintah dan DPR seharusnya memerhatikan itu. Banyak skandal terjadi dalam tubuh lembaga itu dan kepemimpinan di MA gagal membangun kepekaan terhadap keadilan bagi korban," kata Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid, Rabu (26/9) di Jakarta.

Toleransi publik terhadap kinerja MA tampaknya makin melemah. Jika dirunut ke belakang, dalam kasus pembunuhan aktivis HAM Munir, MA juga membebaskan terdakwa Pollycarpus Budihari Priyanto. Muncul kasus suap dalam korupsi Probosutedjo. Selain itu, pimpinan MA juga memperpanjang usia pensiun untuk dirinya sendiri.

MA terkesan enggan berubah. Tak mengherankan jika Suciwati, istri mendiang Munir, mengatakan, putusan yang dibuat MA melukai hati rakyat. Banyak putusan yang semakin menambah buruk citra MA.

Oleh karena itu, Usman menambahkan, kewajiban menuntaskan kasus dugaan korupsi dan pelanggaran HAM yang dilakukan Soeharto tetap layak untuk dilakukan dan tak boleh terpengaruh putusan terhadap majalah Time. Apalagi, korupsi oleh pemimpin Orde Baru selama ini gagal dijerat hukum. (jos)