Aksi Kamisan: Presiden Dituntut Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM

Jakarta, Kompas – Sekitar 50 orang yang tergabung dalam Jaringan Solidaritas Korban dan Keluarga Korban Pelanggaran HAM atau JSKK, Kamis (1/11) sore, kembali menggelar aksi damai di depan Istana Negara, Jakarta. Mereka menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengusut tuntas tragedi pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia.

Peserta aksi terdiri dari korban dan keluarga korban pelanggaran HAM di Indonesia, seperti tragedi Trisakti, kasus Semanggi I dan II, kerusuhan Mei 1998, penculikan aktivis, kasus Tanjung Priok, kasus Talangsari, peristiwa tahun 1965-1966, Peristiwa 27 Juli 1996, serta kasus Munir.

"Ini adalah aksi rutin yang kami lakukan setiap Kamis. Kami menyebutnya Kamisan," ujar Presidium JSKK Sumarsih. Ibu dari Wawan, salah satu korban tragedi Semanggi I ini, mengatakan, sudah 39 kali JSKK menggelar aksi dan 13 kali mengirim surat kepada Presiden Yudhoyono untuk bertemu langsung. Namun, hingga kini mereka belum memperoleh respons apa-apa.

Selama satu jam, peserta unjuk rasa melakukan aksi diam sambil membawa payung hitam dan menggelar spanduk serta poster berisikan tuntutan kepada Presiden untuk menyelesaikan berbagai pelanggaran HAM.

"Sebenarnya kunci permasalahan ada pada partai politik besar di DPR yang memiliki wewenang untuk mewujudkan Pengadilan HAM Ad Hoc. Namun, selama ini partai-partai itu masih menganggap kasus seperti tragedi Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II bukan pelanggaran HAM berat," kata Usman Hamid, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).

Dengan aksi itu, Usman berharap Presiden Yudhoyono dapat mendesak pimpinan partai untuk bersama-sama mencari jalan keluar dari kebuntuan kasus itu.

"Kasihan mereka (korban dan keluarga korban) lama menderita. Tak bijaksana, sudah sembilan tahun reformasi berjalan, pemerintah belum juga memberi perhatian kepada korban pelanggaran HAM," ujar Usman.

Suciwati, istri almarhum aktivis HAM Munir, mengatakan, akan terus melakukan aksi "Kamisan", sebab sudah menjadi komitmen bersama untuk menyuarakan kebenaran. "Kami tidak akan berhenti," katanya. (a13)