Korban Pelanggaran HAM Doakan Soeharto

Laporan Wartawan Persda Network, Mohammad Abduh

JAKARTA, PERSDA- Tidak hanya keluarga, kerabat dekat dan pejabat negara yang mengunjungi mantan Presiden RI Soeharto,  Jumat (11/1) pagi sekitar pukul 11.00 WIB, sebanyak 35 orang yang mengaku sebagai korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) era kepemimpinan Soeharto, juga datang membesuk.

"Kami kasihan dengan Pak Harto, dia itu kan mantan presiden, dan dia itu manusia juga sama seperti kita. Kami ke sini ingin besuk dia, berdoa semoga bisa cepat sembuh," kata Anwar Umar, yang mengaku korban pelanggaran HAM tahun 1965.

Anwar mengatakan ia sama sekali tidak dendam terhadap Soeharto,  meski pernah ditahan selama 12 tahun 2 bulan menginap berpindah-pindah di tiga penjara di ibukota. Anwar adalah salah satu dari sekian banyak korban yang dituduh sebagai aktivis Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dilarang pemerintah Orde Baru
pimpinan Soeharto.

Padahal, mantan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menjadi pembantu gubernur Lampung ini, merasa tidak pernah terjun dalam aktivitas PKI tahun 1965. "Saya berharap Pak Soeharto bisa sembuh, dan mau
mempertangggungjawabkan perbuatannya kepada kami, korban ketidakadilan, korban HAM. Sudah banyak siksaan yang saya rasakan di penjara. Apa sampeyan mau coba?"  ucap Anwar yang mengenakan peci hitam.

Selain Anwar, korban HAM era kepemimpinan Soeharto lainnya, Sumarsih, juga mendoakan agar Soeharto bisa melewati masa kritisnya. Wanita ‘berambut putih’ ini adalah orangtua Wawan, mahasiswa Atmajaya yang menjadi korban penembakan di Tragedi Semanggi tahun 1998, saat Soeharto lengser dari jabatannya sebagai Presiden RI.

"Setidak-tidaknya kami berharap bisa bertemu keluarga Pak Harto untuk menyampaikan bahwa mereka harus bertanggung jawab. Kalau tidak bisa juga, kami hanya serahkan  bunga dan pesan untuk beliau lewat media,"kata Sumarsih.

Istri aktivis pejuang HAM, yang meninggal dalam perjalanan ke Belanda tahun 2004, Suciwati, juga datang bersama Jaringan Solidaritas Keluarga Korban Kekerasan Soeharto (JKKKS). Suci datang bersama anak perempuannya, dan korban pelanggaran HAM dalam berbagai peristiwa, di antaranya penembakan misterius
tahun 1981-1985, Tanjungpriok tahun 1984, Talangsari tahun 1989, Daerah Operasi Militer (DOM) Aceh tahun 1989-1998, Papua tahun 1963-2003, Tragedi Semanggi tahun 1998, Penculikan tahun 1997-1998, dan Peristiwa Mei tahun 1998.

Juga hadir Direktur Eksekutif Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Usman Hamid. Sebelum memasuki gedung RSPP, mereka sempat membaca doa bersama untuk  Soeharto, dipimpin salah satu aktivis HAM, Evi.

Selain mendoakan  kesembuhan buat Soeharto, dalam doanya mereka juga menyampaikan rasa kecewa terhadap pernyataan beberapa pihak yang meminta agar kasus-kasus hukum Soeharto ditutup.

"Pendapat tersebut lebih mencerminkan kepentingan politis ketimbang arti kemanusiaan yang hakiki. Seharusnya kebenaran berada diatas segalanya," kata Evi.

Suciwati juga mengomentari pernyataan sikap politisi Partai Golongan Karya dan beberapa politisi yang meminta kasus hukum Suharto ditutup. "Seharusnya mereka malu mengatakan itu," kata Suci.

Setelah itu rombongan memasuki Gedung RSPP dengan membawa karangan bunga. Sayang perjalanan mereka terhenti sampai di ruang lobby, karena petugas keamanan melarang mereka masuk. "Maaf, dokter membatasi tamu untuk Pak Harto. Jadi cukup sampai di
sini, dan bunganya biar kami yang sampaikan," ujar salah seorang petugas keamanan berpakaian safari abu-abu. (*)