PERNYATAAN BERSAMA AKTIVIS LINTAS GENERASI

Kesalahan Soeharto Tak Bisa Dipetieskan

JAKARTA (KR)- Puluhan aktivis lintas generasi dan profesi menuntut agar kasus hukum mantan Presiden Soeharto tetap ditindaklanjuti. Mereka juga memperingatkan para elite politik yang begitu mudah memaafkan Soeharto. Sikap semacam itu dinilainya tidak realistis dan mengingkari tujuan reformasi itu sendiri.

Mereka menggelar pertemuan dan mengeluarkan pernyataan bersama di kawasan Jl Barito Jakarta, tak jauh dari Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) tempat Soeharto dirawat, Senin (21/1). Terlihat beberapa aktivis angkatan 70-an, 80-an hingga 90-an, di antaranya Mochtar Pakpahan, Budiman Sujatmiko, Usman Hamid, Fadjroel Rachman dan lain-lain .

Fadjroel Rachman, salah satu tokoh aktivis Lintas Generasi menyatakan, saat ini tanpa adanya bukti-bukti yang jelas, pemerintah akan kesulitan menyelesaikan kasus hukum mantan Presiden Soeharto. Karena itu Presiden SBY didesak segera membentuk Komisi Nasional Pelanggaran HAM dan kasus KKN yang dilakukan mantan penguasa Orba beserta keluarga dan kroninya.

Kasus hukum mantan Presiden Soeharto, menurutnya, harus tetap dilanjutkan karena Indonesia adalah negara hukum. ”Sedang yang mau memaafkan Soeharto itu tidak lain adalah kroni, loyalis dan keluarganya,” kata Fadjroel seraya menambahkan, jika pemerintah sudah membentuk komisi tersebut, nama-nama yang diusulkan layak duduk di komisi tersebut antara lain mantan Ketua PP Muhammadiyah Syafii Maarif, anggota  Wantimpres  Adnan  Buyung  Nasution  dan

Koordinator Kontras Usman Hamid. ”Ketiga tokoh itu, sudah terbukti memperjuangkan hukum dan gerakan moral tanpa kenal lelah,” jelas Fadjroel.

Hal serupa dilontarkan Usman Hamid (Koordinator Kontras) yang mengatakan, kesalahan politik Soeharto tidak bisa dipetieskan dengan memaafkan. ”Begitu pula terkait dengan kasus hukumnya, harus jalan terus. Saya kecewa dengan Mahkamah Agung (MA) yang tak bisa bersikap tegas. Sebagai puncak lembaga peradilan, lembaga tersebut berwenang menafsirkan hukum dan menggali hukum bila hukumnya tidak ada, bukan malah diam,” ujar Usman kepada KR.

Menurutnya, terobosan hukum bisa dilakukan MA demi kepentingan umum dan keadilan. ”Bila itu dilakukan, maka kasus Soeharto bisa segera dituntaskan,” tegasnya.

Usman juga menawarkan jalan yang lebih singkat untuk mengatasi kasus Soeharto, yakni dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu). ”SBY harus berani mengeluarkan Perpu yang isinya antara lain terobosan hukum dengan menggelar pengadilan in absentia. Jadi pengadilan in absentia ini tidak terbatas diberlakukan pada terdakwa yang melarikan diri atau tak jelas keberadaannya, tapi juga termasuk terdakwa yang sakit seperti Soeharto,” paparnya.

Namun, hal itu mendapat tanggapan mantan Jaksa Agung (Jakgung) Abdul Rahman Saleh bahwa hukum tidak bisa main terobos begitu saja. ”Hukum itu hanya bisa ditafsirkan. Jadi, hukum itu tidak bisa diterobos,” tegas Arman, begitu panggilan akrab Abdul Rahman Saleh dalam dialog publik bertema ‘Penyelesaian Perkara Mantan Presiden HM Soeharto, Perspektif Hukum dan Politik’ di Jakarta, Senin (21/1). (Don/Ful/Imd/Mgn/Sim/Ati)