HUT 10 Tahun Kontras: Munir Layak Dapat Penghargaan Negara

Oleh
Sihar Ramses Simatupang

Jakarta- ”Ketika penguburan Munir di Batu beberapa tahun lalu saya satu-satunya pejabat yang menginginkan agar sekiranya tokoh Munir diberi penghargaan resmi oleh negara. Sebagai Ketua MK saya tak punya kewenangan untuk menentukan seseorang dapat anugerah kepahlawanan. Tapi kepahlawanan

tak hanya ditujukan pada orang yang punya prestasi di bidang formal. Namun juga pada tokoh yang punya jasa besar sesuai tujuan suci negara kita UUD 1945 dan Pancasila yang memperjuangkan keadilan,” ujar Jimly Asshiddiqie, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dalam forum peringatan 10 Tahun Kontras, di Jakarta, Rabu (26/3) malam.

Menurut Jimly, Munir layak dapat penghargaan. Karena dalam pandangannya, bukan hanya pejabat formal saja anugerah kepahlawanan dapat diberikan tetapi juga pada tokoh yang memberi pengabdian nyata di dalam kehidupan kolektif sebagai warga negara.

Ungkapan itu dinyatakan Jimly, sebelum dirinya, bersama Dhaniel Dhakidae dan Karlina Supelli mendapatkan penghargaan dari para korban dan orang tua korban.

Peringatan Lembaga yang pada 20 Maret 2008 genap berusia 10 tahun ini menghadirkan sejumlah tokoh antara lain Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie, Ketua Komisi Yudisial (KY), Busyro Muqoddas, dan KetuaIndonesian Corruption Watch (ICW) Teten Masduki. Pada awal acara, grup musik kenamaan Slank, ikut mengisi beberapa karyanya untuk memeriahkan acara.

Budaya Kekerasan

Di sela perayaan itu, Koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid mengungkapkan bahwa perilaku kekerasan saat ini bergeser dari perilaku kekerasan yang dilakukan negara menjadi non-negara yang bisa saja datang dari suku atau
etnis, agama, atau kelompok tertentu dalam sebuah agama. “Sebelum reformasi atau awal-awal reformasi, kekerasan itu merupakan perilaku kekuasaan kepada rakyat,” ujarnya.

Namun, kekerasan yang dilakukan agama, etnis, atau suku mempunyai efek yang sangat berbahaya bagi Indonesia. Karena itu, reformasi yang sudah bergulir 10 tahun ini, sepatutnya budaya kekerasan dihentikan karena Indonesia adalah negara konstitusi.

Dalam perjalanannya yang sepuluh tahun ini, Kontras menurut banyak pihak telah berupaya merawat komitmen pada nilai-nilai kemanusiaan dengan sepenuh hati untuk menentang berbagai bentuk kekerasan.

“Pengalaman sepuluh tahun ini, Kontras juga belajar bahwa kekerasan dalam kehidupan, bukanlah masalah yang mudah untuk dilawan. Teror, kecaman, hinaan hingga kekerasan pada kami dari rumah hingga tempat bekerja membuat jalan kami seperti pilihan hidup yang mendaki. Tentunya Kontras menyadari bahwa untuk mencapai perlu dukungan,” kata Usman.

Kendati demikian, lembaga yang pernah dipimpin Munir ini, mendapatkan masukan dari salah satu orangtua aktivis yang hilang dalam peristiwa penculikan sebelum tahun 1998. Menurut ayahanda dari Bimo Petrus, Kontras harus meningkatkan kinerjanya terutama terhadap penegakan hukum.
“Kondisi hukum dan keadilan kita masih stagnan, Kontras harus terus melakukan perubahan,” ujarnya didampingi istrinya, ibunda dari aktivis yang bernama Petrus Bima Anugerah, aktivis perjuangan Mei 1998 juga pernah Pemimpin Redaksi Majalah Amigoz itu. n