Presiden Terima Korban, Aksi Tetap Jalan

Jakarta, Kompas – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Usman Hamid serta beberapa keluarga korban kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (26/3). Pertemuan di kawasan Istana ini diadakan karena Presiden tidak dapat hadir dalam acara peringatan ulang tahun ke-10 Kontras.

Setelah pertemuan itu, salah seorang anggota keluarga korban kekerasan menyatakan, aksi unjuk rasa untuk terus menuntut sampai komitmen pemerintah terwujud akan terus dilakukan. Aksi Kamisan (unjuk rasa satu jam setiap Kamis di depan Istana Merdeka) akan terus dilakukan sampai para pelaku di bawa ke pengadilan HAM ad hoc.

”Aksi kami adalah aksi untuk melawan lupa. Aksi Kamisan akan terus kami lakukan sampai terbentuk pengadilan HAM ad hoc untuk peristiwa Semanggi I, Semanggi II, dan penculikan,” ujar Sumarsih (55) di Kantor Presiden.

Sumarsih adalah ibu dari Wawan, mahasiswa Universitas Katolik Atma Jaya yang terbunuh dalam tragedi Semanggi tahun 1998. Selain membawa Sumarsih, Kontras juga membawa keluarga korban kasus Talangsari, Lampung, bertemu Presiden.

”Kami juga menyampaikan harapan korban kekerasan dan pelanggaran HAM agar upaya penyelesaian hukum dan pencarian keadilan dilakukan,” ujar Usman.

”Terhadap pernyataan hilangnya berkas kasus Trisakti, Semanggi I, Semanggi II, dan penculikan oleh Jampidsus Kemas Yahya, Presiden memerintahkan Sekretaris Kabinet untuk mengecek ke Jaksa Agung,” ujar Usman.

Harus diselesaikan

Kemarin, di tempat terpisah, advokat Abdul Hakim Garuda Nusantara menyampaikan pendapatnya mengenai silang pendapat antara Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono dan Komnas HAM tentang pemanggilan purnawirawan TNI dalam beberapa kasus pelanggaran hak asasi manusia.

Abdul Hakim Garuda Nusantara mengatakan, apa yang dilakukan Komnas HAM tidak hanya dijamin undang-undang. Lebih dari itu, apa yang dilakukan Komnas HAM merupakan perintah nurani publik.

”Perintah itu berupa aspirasi atau nilai-nilai yang hidup dalam jiwa tiap warga bangsa yang menyatakan setiap pelanggaran hak asasi manusia harus dipertanggungjawabkan. Kepada korban harus diberikan keadilan,” katanya.

Oleh karena itu, tidak fair jika menempatkan Komnas HAM seolah-olah mencari masalah dengan memanggil para purnawirawan TNI.

Di tempat lain, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Muladi meminta Komnas HAM bisa bersikap persuasif dan tidak provokatif terkait upayanya menuntaskan semua kasus dugaan pelanggaran HAM berat, terutama terkait dengan sejumlah mantan petinggi militer pada masa lalu.

Kesan provokatif dinilai tampak ketika Komnas HAM terkesan ingin menangani semua kasus dugaan pelanggaran HAM pada masa lalu. (INU/DWA/JOS)