KKP Belum Laporkan Hasil Temuan

Kinerja Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia-Timor Leste dipertanyakan pemerhati HAM.
Sejumlah LSM yang bergerak di bidang HAM, seperi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Human Rights Working Group (HRWG), dan The Indonesia Human Rights Monitor (Imparsial) meminta KKP segera menyerahkan laporan terkait kerusuhan di Timor Timur (1999) kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Timor Leste Ramos Horta.
Sebelumnya, Koordinator Bersama KKP Benjamin Mangkoedilaga berjanji melaporkan pada 31 Maret. Namun, hingga kini laporan tersebut tidak pernah sampai ke tangan presiden kedua negara.

"Penyerahan laporan kerja dan institusi KKP menjadi penting untuk membuktikan akuntabilitas, transparansi dan profesionalitas kerja. Apalagi masa kerja KKP telah berakhir," ujar Wakil Koordinator Konstras Hariz Azhar, saat konferensi pers di Jakarta, kemarin.

Hariz mengkhawatirkan, penundaan laporan KKP akan dimanfaatkan oleh sejumlah pihak untuk mengintervensi isi laporan. Baik dengan melakukan penggantian, pengurangan, atau penambahan.
"Sebagaimana hilangnya nama Wiranto dalam berkas penuntutan oleh Kejaksaan Agung ke Pengadilan HAM Adhoc Timor Timur," cetus Hariz.

Koordinator HRWG Rafendy Djamin menengarai kelambanan laporan KKP tersebut disebabkan karena adanya intervensi politik dan lemahnya kinerja institusi KKP. "Harus diketahui bahwa lambannya pelaporan KKP karena persoalan politik," ujarnya.

Rafendy menambahkan, hendaknya KKP segera melaporkan dan mempublikasikan apa pun hasil temuan komisi tersebut. "Apa pun hasil fakta di lapangan, KKP harus melaporkannya dan mmublikasikannya," terang Rafendy.

KKP mulai bekerja setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Xanana Gusmao menandatangani nota kesepahaman pada 14 Agustus 2005. KKP seharusnya berakhir masa tugas pada Agustus tahun lalu, tetapi diperpanjang hingga enam bulan berikutnya.

Pembentukan KKP bertujuan untuk mengungkap kasus pelanggaran HAM di Timor Timur pascadigelarnya jajak pendapat pada 1999. Gabungan LSM tersebut meminta agar laporan kerja KKP hendaknya mampu membuka fakta pelanggaran HAM di Timor Leste dalam kurun waktu 1975-1999.

Mereka juga meminta agar laporan KKP berkontribusi bagi penuntasan pelanggaran HAM berat di Timor Leste melalui rekomendasi yang mendorong proses hukum dengan mempertimbangkan rekomendasi Komisi Ahli Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membuat novo trial (pengadilan ulang). Selain itu, mereka juga meminta agar KKP juga membuat laporan penggunaan anggaran yang jumlahnya mencapai US$4,5 juta.