“Bola Panas” di Kasus Talangsari, Komnas HAM Tetapkan Pelanggaran HAM Berat

Jakarta, Kompas – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia secara resmi menetapkan peristiwa Talangsari, Lampung, tahun 1989 sebagai kasus pelanggaran HAM berat sesuai hasil kesimpulan Tim Penyelidik Ad Hoc Kasus Talangsari, yang sebelumnya dibentuk. Walaupun akan menjadi ”bola panas”, Komnas HAM akan tegas (zakelijk) menangani kasus tersebut.

Hal itu disampaikan komisioner Komnas HAM, Hesti Armiwulan, Selasa (9/9), bersama Yosep Adi Prasetyo seusai rapat paripurna Komnas HAM membahas laporan kasus Talangsari.

Walau membenarkan adanya risiko besar kasus itu bakal kembali menjadi ”bola panas” dan menemui jalan buntu, seperti terjadi pada kasus pelanggaran HAM berat lain, Hesti menegaskan, dalam menangani kasus ini pihaknya hanya akan bertindak zakelijk sesuai ketentuan undang-undang.

”Sesuai aturan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Komnas HAM punya mandat melakukan penyelidikan. Jika kemudian dinilai cukup bukti ada pelanggaran HAM berat, Komnas HAM akan menyerahkan laporannya ke Kejaksaan Agung agar ditindaklanjuti dengan proses penyidikan dan penuntutan,” ujar Hesti.

Menurut Hesti, sejumlah unsur pelanggaran HAM berat diketahui telah dipenuhi dari hasil penyelidikan. Unsur-unsur itu seperti adanya pembunuhan, pengusiran secara paksa, perampasan kemerdekaan, penyiksaan, dan penganiayaan. Semua unsur tersebut juga terbukti dilakukan secara sistematis dan meluas.

Hasil penyelidikan menyebutkan, korban pembunuhan mencapai 130 orang dan mereka yang diusir mencapai 77 orang. Korban yang dirampas kemerdekaannya mencapai 53 orang, 45 orang disiksa, dan 229 orang dianiaya.

Dalam kesempatan terpisah, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Muladi dan anggota Komisi III, Soeripto, pesimistis hasil penyelidikan Komnas HAM itu akan berlanjut hingga proses Pengadilan HAM Ad Hoc.

”Kami akan panggil Komnas HAM ke Komisi III untuk menjelaskan hasil penyelidikan itu. Kalau masalah itu disebut sebagai ’bola panas’, saya akan coba menangkap dan mencarikan jalan keluarnya,” ujar Soeripto.

Namun, secara terpisah, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengatakan, dalam konteks waktu dulu, tindakan penyerangan masyarakat sipil bersenjata terhadap aparat polisi dan TNI dalam kasus Talangsari dapat dikategorikan sebagai tindakan makar.

”Pasalnya, perlawanan bersenjata itu dimaksudkan ingin mengubah dasar negara,” kata Juwono seusai mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso dan jajaran perwira TNI Angkatan Darat di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta.

Adapun Djoko hanya mengatakan, pihaknya mempersilakan Komnas HAM menjalankan tugasnya jika memang ada kewenangannya. ”Kami menunggu saja,” kata Djoko. (dwa/JOS/har)