Mencari Caleg Pro HAM: Agenda Penegakan HAM dalam Politik Elektoral

Mencari Caleg Pro HAM: Agenda Penegakan HAM dalam Politik Elektoral

KontraS memandang tahun politik 2009 ini menentukan arah masa depan penegakan hak asasi manusia. Pemilu merupakan  keniscayaan sekalipun di tengah sikap apatisme politik masyarakat yang melihat buruknya kinerja para politisi dari eksekutif dan legislatif hasil pemilu 1999-2004, 2004-2009 maupun Pilkada. Pendidikan politik lewat proses pemilu ini setidaknya menyadarkan masyarakat bahwa sebagian orang yang mereka beri kekuasaan sesungguhnya hanyalah para aktor yang tak pernah setia dengan perannya dan hanya berorientasi pada uang dan kuasa.

Fakta ini membuat persespsi publik terhadap politik yang sesungguhnya bermakna positif (segala upaya untuk kebaikan bersama) berubah menjadi sekedar upaya memperoleh kekuasan untuk meraup keuntungan materil semata, termasuk korupsi. Kenyataan itu membuat masyarakat cenderung sinis dan mengambil manfaat (transaksi materil) instan dengan para politisi ketika mereka berusaha membujuk suaranya dalam pemilu. Lainnya memilih golput dan mendorong mekanisme alternatif diluar jalur partai.

Pada situasi ini kemampuan partai politik membangun harapan masyarakat sangat dibutuhkan. Tidak hanya cukup dengan program yang dikemas baik dan menjawab kebutuhan masyarakat. Akan tetapi kehadiran calon politisi formal yang berkualitas yang memiliki keberpihakan dengan rakyat dan terbiasa melayani masyarakat menjadi suatu keharusan.

Sayangnya ditengah kontestasi pemilu ini, hampir tak terdengar agenda hak asasi manusia diusung partai politik. Kenyataan seolah tidak memberikan harapan korban pelanggaran HAM. Penggantian konfigurasi dan rezim politik tidak memberi makna pada tuntutan keadilan. Kehadiran mereka yang menjadi lawan dari hak asasi manusia dipanggung politik memperjelas situasi bahwa impunity yang lama berlangsung telah memberi jalan kepada mereka yang tidak berkontribusi pada reformasi dan demokrasi tampil sebagai seolah solusi dan pembela kemanusiaan kaum miskin. Lengkap didampingi korbannya yang bermetamorposis bagai rekan bagi upaya membantah tudingan yang ditujukan padanya.  

Ditengah situasi ini  keberadaan caleg-caleg dari latar gerakan rakyat jadi sebersit sinar dalam kegelapan diantara sepinya orang-orang baik, berkompeten dan wawasan cukup bagi upaya menghadirkan kebaikan bersama pada kerja kenegaraan. Mereka yang terbisa mengabdi pada kepentingan masyarakat dan memperjuangkan gagasan-gagasan bagi kebaikan bersama tentu pantas menjadi harapan. Namun ditengah tantangan oligarki partai politik, keberadaan mereka bagai anak manis disarang penyamun.

Berdasarkan situasi diatas, KontraS merasa perlu mengembangkan dialog dengan caleg yang berpotensi membawa pesan kemanusian dan perubahan. Sebagai awalan kami mengundang Bini Buchori (P Golkar), Arif Budimanta (PDIP), Yusuf Warsyim (PMB), Faisol Reza (PKB), Sarbini (PD) dan Ahmad Yani (PPP). Sebagian mereka adalah anak biologis dari gerakan masyarakat sipil. Mereka telah menjalani pengkaderan gerakan itu. Harapan menjadikan mereka bagian masyarakat sipil yang akan terus memperjuang penegakan hak asasi manusia baik di dalam maupun di luar struktur negara patut untuk dijajaki. Sehinga terpelihara komitmennya menghadirkan keadilan bagi korban pelanggaran HAM dan tidak berubah hanya menjadi mesin politik semata.

 

Jakarta, 14 Februari 2009
Badan Pekerja KontraS

 

Edwin Partogi
Divisi Politik Hukum dan HAM