Siapa Pembunuh Kakak Saya?

KOMPAS.com — Setelah meregang nyawa 22 jam lamanya, Andi Nasrudin Zulkarnaen (41) mengembuskan napas terakhir. Direktur sebuah BUMN ini ditembak orang tak dikenal seusai main golf di Padang Golf Modernland, Tangerang.

Dugaan soal otak tragedi berdarah itu pun berseliweran. Namun, adik korban tetap meyakini, orang dalam rumah terlibat!

"Bu, bagaimana kalau kelak Nasrudin dulu yang meninggal?" Kalimat itu terngiang terus di telinga Hj Andi Mulyati (64), saat melihat anak kesayangannya sudah terbujur kaku. Mulyati juga tak pernah menyangka, kalimat yang diucapkan anaknya dua tahun silam itu akhirnya menjadi kenyataan. Namun, yang membuat ia sangat terpukul, kematian Nasrudin akibat ditembak orang tak dikenal. Begitu shock-nya sampai-sampai kondisi ibu tujuh anak itu masih belum stabil.

Duka juga masih dirasakan Andi Syamsudin Iskandar (40), adik mendiang. Ditemani istrinya, Jola Dewi Tamboraka (38), Syamsudin bercerita, "Kakak saya orang baik, makanya banyak orang yang merasa kehilangan atas kepergiannya," kata Syam yang masih terus penasaran sehingga tak bisa tidur menerka-nerka, siapa gerangan pelaku pembunuhan itu. "Saya yakin, pasti terungkap!"

Syam ingat, di hari nahas itu (Sabtu, 14 Maret 2009), baru sore ia dikabari tentang kematian abangnya. Dari Makassar, Syam langsung ke Jakarta, menuju RS Mayapada, Tangerang. "Saya menangis melihat kondisi Kak Nas yang sudah koma di ruang ICU dengan darah terus mengalir dari hidungnya, sementara bekas lubang peluru di kepala sebelah kirinya diperban." Karena, peralatan terbatas, Nas dirujuk ke RSPAD. Namun, kondisi sang kakak makin buruk dan akhirnya berpulang esoknya. "Selang 5 menit ia meninggal, saya menangis sambil menciumi kepalanya. Yang bikin tambah sedih, ibu dan kerabat pas datang akan menjenguk. Kami larang ibu masuk karena pasti akan shock."

Benar dugaan Syam. Sang ibu terus meratap setelah tahu Nasrudin sudah tiada. "Kenapa anak saya dibunuh? Bukankah dia anak yang sangat baik. Apa salah dia?" ujar ibunda Nasrudin berkali-kali. "Kami semua tak bisa berkata apa-apa, kecuali sama-sama bercucuran air mata," cerita Dewi.

Terkesan Menutupi
Bagi Syam, kepergian kakaknya seolah menghancurkan segalanya. Selama ini, sang kakak benar-benar dianggap sebagai lelaki kebanggaan keluarga. Nas tak tega melihat kerabatnya susah. Ia pun pantang melihat ibunya bersedih.

Syam yakin, pembunuhan kakaknya melibatkan orang dalam rumah. "Si dalang menyewa pembunuh profesional. Kalau tidak profesional, bagaimana mungkin bisa menembak tepat di kepala. Padahal, mobil yang dipakai Kak Nas berkaca gelap," kata Syam.

Apakah ada hubungannya dengan istri-istri almarhum? Syam belum memiliki bukti, meski mengaku heran pada Irawati Arindah (32), istri kedua Nas, yang dianggapnya menutup-nutupi. "Memang ada apa, kok, ditutupi? Kalau tidak merasa bersalah, buka saja!"

Yang lebih membuat Syam sakit hati, Arindah tidak pernah terlihat mendampingi Nas yang tengah meregang nyawa, tetapi lebih memilih berada di kamar lain bersama saudara-saudaranya. "Kalau dengan istri pertama, sih, tidak masalah karena memang sudah pisah sejak 10 tahun silam," tambahnya. Sementara itu, soal dugaan adanya wanita idaman yang menjadi otak pembunuhan, masih tak jelas. Anggota keluarga tak ada yang tahu-menahu.

Yang jelas, hingga kini sudah belasan orang diperiksa polisi. "Termasuk istri keduanya," tukas Syam yang akan membuat Tim Pencari Fakta (TPF) yang terdiri dari keluarga, kuasa hukum, Kontras, dan anggota DPR. "Saya ingin kasus ini cepat terungkap," ujarnya tegas.

Jago Tenis
Syam berkisah, sejak SD hingga dewasa, kakaknya adalah atlet tenis paling menonjol di Palu. "Mulai tingklat Porda sampai PON, sudah pernah diikuti. Medali emasnya banyak sekali," ujar bapak dua orang anak ini.

Dari tenis pula, Nas bisa membiayai semua kebutuhan sekolahnya sampai menjadi sarjana Ekonomi. "Dia juga rajin ibadah, kelakuannya tak pernah macam-macam. Satu hal yang menonjol dari dia sejak dulu, selalu berpenampilan rapi."

Berawal dari tenis pula Nas diterima menjadi karyawan BPKP di Makassar dan bertemu Sri Martuti, wanita sekantor asal Yogya yang akhirnya dinikahnya tahun 1989. Setelah menikah, Nas pindah ke Jatibening, Bekasi. Dari perkawinannya dengan Sri, Nas dikaruniai satu anak, sementara Sri juga membawa seorang anak dari suami pertamanya.

Karier Nas semakin meningkat. Dari BPKP, ia dipindah ke PT Pembangunan Perumahan, lalu ke Kantor Penggadaian, dipindah lagi sebagai staf ahli ke Kementerian BUMN, dan terakhir direktur PT Rajawali Nusantara Indonesia, sebuah BUMN yang membawahi beberapa anak perusahaan.

Sayang, rumah tangga Nas tak semulus kariernya. Sekitar tahun 1997, Nas berkenalan dengan Arindah yang kala itu bekerja sebagai pramugari Garuda. "Mungkin karena sering bertemu dalam penerbangan, kakak saya kepincut lalu tahun 1999 menikahi Arindah yang asli Sunda. Kini mereka punya dua orang anak," cerita Syam.

Meski tinggal dengan istri kedua, tetapi statusnya dengan istri pertama tidak bercerai. "Sebagai keluarga, kami prihatin, tapi tidak bisa berbuat banyak sebab mereka kan sudah dewasa dan punya kehidupan sendiri," ujar Syam.

Tabloid Nova Gandhi Wasono