Koalisi Parpol Akan Gelapkan Kasus Pelanggaran HAM

Jakarta – Keluarga korban sejumlah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berharap semua partai politik tetap konsisten memperjuangkan penuntasan kasus di masa lalu. Mereka kuatir koalisi sejumlah parpol malah menggelapkan penuntasan kasus-kasus HAM di Indonesia.

"Kami yakin, pilihan masyarakat terhadap partai politik dalam pemilu ini tidak melepaskan dari harapan rakyat atas penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM," kata Sipon, istri Wiji Thukul, korban penculikan aktivis 1997-1998 dalam jumpa pers bersaman di Kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasa (Kontras) Jl Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (23/4/2009).

Dalam keterangan pers keluarga korban pelanggaran HAM yang hadir, seperti Utomo (orang tua, Petrus Bimo Anugrah, korban penculikan aktivis), Tuti Koto (ibu Yani Afri, korban penculikan aktivis), Sumarsih (ibu Bernadus Realino Norma  Irawan, korban TSS) dan Suciwati, istri almarhum Munir. Selain itu juga perwakilan keluarga korban pelanggaran HAM kasus Tanjung Priok 1984, kasus DOM Aceh, Timor Timur, kasus Mei 1998 dan kasus Biak 1998.

Menurut Sipon, semua keluarga korban pelanggaran HAM sangat menaruh harapan kepada semua parpol yang tengah berkompetisi di Pemilu 2009 agar menaruh perhatian atas masalah penyelesaian kasus HAM. Sejauh ini, para keluarga korban menilai beberapa parpol yang ada di DPR periode 2004-2009 relatif menaruh perhatian dan konsisten dalam menghadirkan proses hukum atas kasus yang ada.

Contohnya, sikap Fraksi PDIP, PAN, PKB yang mendukung penuntasan kasus Trisakti, Semanggi I dan II (TSS) dan kasus Peculikan atau Penghilangan Aktivis 1997-1998.

Sementara, Fraksi Partai Demokrat, Partai Golkar, PPP dan PKS juga cukup memberikan perhatian pada kasus Munir.

"Namun di tengah konstalasi politik sat ini, kami mengkhawatirkan sikap parpol yang mengambil jalan pintas bagi pertarungan kekuasaan dengan menafikan segala perjuangan HAM yang selama ini ditunjukan," jelasnya.

Sipon menerangkan, isu koalisi PDIP-PAN-PPP dengan Partai Gerindra dan Hanura terlihat sebagai proyeksi gelap dalam penegakkan HAM di masa mendatang.

"Faktanya, Prabowo dan Wiranto adalah salah satu aktor yang teridentifikasi sebagai bagian dari pelaku pelaggaran HAM masa lalu, seperti kasus penculikan aktivis, TSS dan Timtim," ujarnya.

Bahkan, lanjut Sipon, PD dengan PKPB malah bertolak belakang dengan agenda reformasi yang selama ini telah digulirkan. "Bila koalisi ini terjadi, maka segala upaya penegakan HAM di parlemen selama ini ditunjukan sejumlah parpol menjadi kehilangan makna," ucapnya.

Melalui Sipon, para keluarga korban pelanggaran HAm juga mengingatkan kepada semua parpol bahwa pelanggaran HAM saat ini sudah menjadi kesepakatan internasional sebagai musuh seluruh umat manusia. Sehingga para pelaku kejahatan tidak dapat berlindung di balik kekuasaan sebagai presiden atau wakil presiden.

"Kami mengingatkan kepada semua parpol tentang apa yang terjadi pada para pemimpin negara seperti Pinochet, Charles Taylor, Saddam Hussain, Slobodan Milosevic, Bashir, Marcos dan Noun Chea yang telah menjadi target dunia atas pelanggaran HAM yang mereka lakukan. Kami harapkan itu tidak dialami oleh pemimpin negeri ini," ungkapnya. (zal/ndr)