PENEGAKAN HUKUM
Jelang Pilpres, Warga Papua Jangan Terprovokasi

Jakarta, Kompas – Meskipun eskalasi kekerasan di Papua dinilai meningkat menjelang pemilu presiden, semua pihak diharapkan tidak terprovokasi. Para pemerhati persoalan Papua berharap warga dapat dengan jernih menyikapi berbagai persoalan di Papua agar tidak terjebak dalam stigmatisasi Papua.

Hal itu mengemuka dalam jumpa pers yang digelar, Kamis (2/7) di Jakarta, oleh pemerhati persoalan Papua, seperti Septer Manufandu dari Foker Papua, Alam dari Kontras, Patra M Zen dari YLBHI, Amiruddin Al Rahab dari Elsam, Arum dari ALDP, dan Muridan S Widjojo dari LIPI.

Terkait dengan berbagai kasus kekerasan, mereka meminta kepada polisi untuk menggunakan pendekatan persuasif dan mengedepankan nilai-nilai dan kearifan lokal. Upaya itu penting untuk mewujudkan Papua yang damai, tanpa kekerasan.

Beberapa kasus terakhir, seperti penembakan terhadap empat warga di Enarotali dan sebelumnya penembakan terhadap warga Nabire, Melkianus Agapa, oleh polisi, memang memprihatinkan. Hal itu menambah panjang rangkaian kekerasan yang sebelumnya terjadi, seperti teror bom, penyerangan, dan penembakan. Para pemerhati persoalan Papua berharap pihak keamanan harus mengungkapkan apa motif dan siapa pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut.

Septer Manufandu mengatakan, dalam beberapa bulan terakhir kasus kekerasan yang terjadi terkesan sporadis. Namun, apa yang terjadi mirip dengan peristiwa tahun-tahun sebelumnya. ”Meskipun momentumnya berbeda,” kata Septer.

Menurut Amiruddin, selayaknya penegakan hukum lebih diutamakan dan menghindari jauh-jauh tuduhan-tuduhan yang insinuatif. (JOS)