Paradigma “Konflik Separatisme” Harus Ditinggalkan,Demi Keadilan Bagi Rakyat Papua

Paradigma “Konflik Separatisme” Harus Ditinggalkan,
Demi Keadilan Bagi Rakyat Papua

Kami menyatakan prihatin atas meningkatnya kembali eskalasi kekerasan di Papua, khususnya yang terjadi di wilayah Keerom, Nabire, Paniai, Wamena, Kabupaten Yapen hingga rentetan penembakan di wilayah Timika. Rangkaian kekerasan ini telah menimbulkan korban tewas di kalangan warga sipil dan aparat keamanan. Karena itu Pemerintah harus sungguh-sungguh mengungkap rangkaian kekerasan ini mengingat konteks waktu terjadinya menjelang dan pasca pelaksanaan pemilihan presiden, 8 Juli 2009.

Selain korban penembakan, sejumlah warga sipil di Kabupaten Yapen ditangkap dengan tuduhan ikut terlibat gerakan separatis TPN/OPM. Mencermati kekerasan yang terjadi di Papua tidak seluruhnya memiliki motif politik – konflik, terbukti dengan insiden penembakan Melkias Agapa di Nabire (25/6) disebabkan oleh tidak profesionalnya aparat kepolisian dalam penanganan kasus di masyarakat, demikian pula dengan penembakan Isak Psakor asal (16) kampung Kibay (22/6) oleh anggota TNI dari Batalyon Infantri 725 Pos Sungai Bewan yang saat itu berpatroli.

Kekerasan disekitar tambang PT Freeport juga bukan hal baru. Tidak becusnya pemerintah mengurus PT Freeport merupakan akar kekerasan di sekitar tambang milik Amerika Serikat tersebut. Bahkan Panitia Khusus untuk kasus Freeport yang dibentuk DPR RI 2004-2009, juga tak menghasilkan apa-apa.

Keamanan disekitar tambang, justru menjadi "dagangan" PT Feeport. Dalam laporannya kepada security Exchange Commission (SEC) di Amerika Serikat, yang dirilis International Network for Economic, Social & Cultural Rights, Consultation on Human Rights and the Extractive Industry, (Joint NGO Submission), Geneva, 10-11 November 2005, Freeport mengakui telah mengucurkan dana bagi TNI tahun 2001, sebesar USD 4 – 6 juta. Tahun 2004 naik menjadi USD 6,9 juta. Dana pengamanan ini lebih besar dari dua tahun sebelumnya, yaitu USD 5,9 juta dan USD 5,6 juta. Dan ditahun 2004, kebijakan pengamanan ini jatuh ke tangan Polisi. Diduga, perebutan dana keamanan PT Freeport inilah salah satu pemicu kekerasan di sekitar tambang PT Freeport.

Kami meminta semua pihak untuk menunggu pengusutan kepolisian yang tengah berlangsung. Secara khusus, kami meminta Panglima TNI untuk meredam setiap pernyataan dari kalangan TNI mengenai dugaan pelaku kekerasan. Tanpa dukungan bukti yang kuat, pernyataan-pernyataan kalangan TNI yang telah mengarahkan pelaku pada TPN/OPM hanya akan semakin memperkeruh suasana. Menurut kami, kecenderungan ini bersifat provokatif dan mengarahkan pada motif tunggal peristiwa sebagai konflik separatisme.

Paradigma konflik separatisme yang terus dikembangkan di Papua hanyalah menjadi bagian untuk memelihara ketidakadilan bagi rakyat Papua. Pasca penembakan warga Australia, Drew Nicholas Grant (38) menyusul tertembaknya petugas security PT. Freeport, Markus Rante Allo dan ditemukannya mayat seorang anggota Polri, Bribda Marson Freddy Patiteikoni (13/7). Sejumlah pejabat dikalangan TNI menuduh kalangan OPM sebagai pelaku penembakan. Statement-statement TNI hanya akan memprovokasi situasi ketidakamanan bagi masyarakat Papua, selain itu dikhawatirkan hanya berdampak pada penciptaan opini sesat yang bisa mempengaruhi proses penyelidikan yang tengah dilakukan oleh pihak kepolisian.  

Berdasarkan fakta peristiwa, insiden penembakan Drew Nicholas Grant dan Markus Rante Allo serta terbunuhnya Bripda Marson menunjukan tipologi pelaku yang terlatih, menguasai letak geografis tempat kejadian peristiwa serta memiliki kemampuan menggunakan senjata api mengenai sasaran.

Atas insiden kekerasan yang terjadi di Papua, kami dari kalangan masyarakat sipil menyatakan :

1.Kepada TNI dan kalangan pemerintah agar menghentikan pernyataan-pernyataan provokatif atas berbagai insiden kekerasan yang terjadi di Papua, sepenuhnya menyerahkan kepada pihak kepolisian dalam rangka penyelidikan – penyidikan secara professional dan terbuka.
2.Kepada pihak kepolisian agar tetap menjaga independensi dari intervensi pihak lain dalam pengungkapan motif dan pelaku kekerasan.
3.Kepada semua pihak untuk menghentikan stigmatisasi separatisme bagi rakyat Papua dan memulai merumuskan solusi bersama dari ketidakadilan yang terjadi melalui dialog damai.
4.Kepada DPR RI 2004 – 2009 untuk segera mengumumkan kepada publik hasil Panitia Khusus untuk kasus PT Freeport yang dibentuk tahun 2006

 

Demikian pernyataan ini kami sampaikan, atas perhatiannya diucapkan terimakasih.

Jakarta, 15 Juli 2009
KontraS – Foker LSM Papua – PBHI – Imparsial – Perkumpulan Praxis –
Eknas Walhi – JATAM – PGI