SURAT KEPADA KAPOLRI:
Pembubaran Lokakarya Guru Sejarah oleh Poltabes Yogyakarta

Hal : Pembubaran Lokakarya Guru Sejarah oleh Poltabes Yogyakarta
Lamp : Kronologis

Kepada Yang Terhormat,
Kepala Kepolisian Republik Indonesia

Jenderal Pol. Bambang Hendarso Danuri

Di – 
 Jakarta

Dengan hormat,

Melalui surat ini kami hendak menyampaikan apresiasi atas disahkannya “Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 8/2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, 22 Juni 2009. Perkapham adalah pedoman Kepolisian di seluruh wilayah Indonesia agar menerapkan prinsip dan standar HAM dalam setiap tugasnya.

Berkaitan dengan pedoman tersebut, kami bermaksud mempertanyakan tindakan Kepolisian Kota Besar Yogyakarta (Poltabes) pada hari Jum’at, tanggal 17 Juli yang lalu yang menghentikan sebuah kegiatan lokakarya para guru sekolah bertema “Membangun Kesadaran Sejarah untuk Kebenaran dan Keadilan.” Para guru yang hadir merupakan guru sejarah yang berasal dari Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Acara yang diselenggarakan di Hotel Perwitasari ini merupakan forum ilmiah karena peserta yang hadir merupakan guru-guru sejarah Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) terutama yang tergabung dalam Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI). Di dalam program acaranya, lokakarya menghadirkan tiga orang narasumber yaitu Asvi Warman Adam, seorang sejarahwan senior yang bekerja di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), sebuah lembaga pemerintah yang membidangi sebuah pengembangan ilmu melalui penelitian ilmiah. Narasumber kedua ialah ibu Ratna Hapsari, Ketua Umum Asosiasi Guru Sejarah Indonesia, serta narasumber ketiga yaitu bapak Wahono, seorang pengajar sebuah universitas negeri yakni Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Acara ini digelar atas kerjasama dengan sebuah perkumpulan bernama Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK).

Perlu kami sampaikan secara kronologis, lokakarya dilaksanakan pada pukul 10.00 WIB dengan pembukaan dari panitia dan perkenalan masing-masing peserta. Sesi ini diakhiri pada pukul 11.30 WIB untuk istirahat. Lokakarya dilanjutkan kembali pada pukul 13.30 WIB dengan materi diskusi yang menghadirkan tiga orang narasumber tersebut di atas.

Ketika diskusi berlangsung, ada seorang petugas Kepolisian dari Sektor Mergangsan mendatangi acara lokakarya yang dilaksanakan di lantai 2 hotel Perwitasari. Ia menanyakan perihal jadwal acara, serta apa saja yang akan dilakukan di dalam lokakarya. Panitia memberikan jadwal acara kepada petugas tersebut. Setelah itu kira-kira pukul 14.30 Wib datang sekitar 25 orang yang mengatasnamakan dirinya Front Anti Komunis Indonesia (FAKI) berpakaian hitan-hitam. Kedatangan kelompok ini tampaknya terkait dengan lokakarya yang sedang menghadirkan Asvi Warman Adam (peneliti LIPI). FAKI menganggap Asvi Warman Adam “antek komunis” dan meminta acara lokakarya dibubarkan. Dalam kesempatan tersebut, hadir anggota kepolisian yang terdiri dari Kepala Kepolisian Sektor Mergangsan dan Kasat Intelkam dari Kepolisian Kota Besar (Kapoltabes) didampingi anggotanya yang berjumlah sekitar 6 orang berpakaian seragam Kepolisian dan sekitar 10 orang anggota berpakaian preman dengan membawa kamera digital dan handycam.

Pihak Kepolisian meminta panitia membuat surat pemberitahuan yang ditujukan kepada Kapoltabes Yogyakarta dan ditembuskan kepada Kapolsek Mergangsan.  Atas hal ini, Panitia lokakarya bersedia membuat surat pemberitahuan dan sudah diberikan kepada Kasat Intelkam, tidak hanya itu, Kepolisian juga meminta dilampiri oleh materi lokakarya serta semua yang berkaitan dengan acara (makalah, absensi peserta dan film). Sebelum panitia memberikan anggota Kepolisian sekitar 4 orang yang berpakaian preman sudah naik ke lantai 2 tempat lokakarya digelar dengan mengambil daftar hadir, “memaksa” agar panitia memberikan film yang berbentuk kepingan CD, akhirnya panitia memberikan semua yang diminta oleh Kepolisian. Pihak Kepolisian yang diwakili oleh Kapolsek Mergangsari dan Kasat Intelkam dari Poltabes mendesak agar acara lokakarya dibubarkan dengan alasan ada desakan dari FAKI dan acara ini tidak memberitahukan terlebih dahulu kepada Kepolisian sebelum acara dimulai (3×24 jam).

Keterangan dan informasi selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Sekali lagi, melalui surat ini kami mempertanyakan tindakan Kepolisian Kota Besar Yogyakarta yang cenderung kurang netral dan lemah di hadapan kelompok orang yang jelas menuntut kepolisian dengan cara-cara ancaman mengambil tindakan sendiri. Hal ini, menurut kami, seyogyanya tidak terjadi. Setidaknya Kepolisian sebagai pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat dapat lebih menciptakan suasana kondusif bagi setiap aktivitas masyarakat yang memiliki tujuan-tujuan positif. Dalam peristiwa tersebut, pendekatan kepolisian lebih memperhatikan tuntutan kelompok warga yang menggunakan prasangka dan kecurigaan yaitu tudingan ‘antek komunis’ kepada seorang peniliti, sejarahwan sekaligus pegawai negeri dari LIPI. Apakah ini dapat dibenarkan? Bagaimana sebaiknya kepolisian bertindak dalam situasi seperti ini?

Kami memahami perlunya membangun komunikasi yang baik dengan Kepolisian dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan semacam ini, agar terjaga keamanan dan ketertiban bersama. Namun kami menyesalkan kurangnya keseimbangan saat menentukan kewenangan kepolisian dalam permasalahan di atas. Kami menilai tindakan kepolisian menghentikan lokakarya pada peristiwa ini lebih disebabkan atas desakan Front Anti Komunis Indonesia (FAKI) ketimbang pada kelengkapan surat pemberitahuan acara lokakarya kepada kepolisian. Lebih jauh kami menilai bahwa pembubaran acara yang disebabkan karena kecurigaan pada seorang narasumber (Asvi Warman Adam) justru bertentangan dengan salah satu standar dan prinsip HAM yaitu penghormatan atas kebebasan berpikir, berpendapat yang seyogyanya dilihat sebagai kegiatan ilmiah. Kepolisian bisa bertindak dengan tegas jika ada sekelompok orang yang mengganggu dengan paksaan, ancaman dan ingin membubarkan kegiatan orang lain dalam dimensi kegiatan ilmiah tersebut.

Oleh karenanya, melalui surat ini, Kami memohon penjelasan dari Bapak Kapolri. Penjelasan ini kami perlukan agar menjadi pedoman bersama bagi pelaksanaan kegiatan serupa di masa selanjutnya.

Demikian surat ini kami sampaikan. Terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya.

Jakarta, 23 Juli 2009

 

 

Usman Hamid
Koordinator Badan Pekerja

Tembusan :
1.
Ketua Komisi Kepolisian Nasional Republik Indonesia (Kompolnas-RI)
2.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
3.
Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Kepolisian Republik Indonesia
4.
Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Republik Indonesia
5.
Kapoltabes Yogyakarta
6.
Arsip

Lampiran : Kronologis Pembubaran Lokakarya "Membangun Kesadaran Sejarah untuk Kebenaran dan Keadilan", Hotel Perwitasari, Jalan Prawirotaman, No 31, Yogyakarta. 17-18 Juli 2009