Ia yang Senantiasa Hadir…

Sosoknya yang sederhana tidaklah menggetarkan orang. Namun, tindakan dan keberpihakannya pada penegakan hak asasi manusia, apalagi sikap kritis dan gugatannya pada arogannya kekuasaan, menggoyahkan angkuhnya tembok-tembok penindasan rezim penguasa.

Ia tidak pernah gentar, apalagi surut. Sebaliknya, ia bergerak laksana suluh yang menjadi pedoman, menjadi penyemangat bagi rekan-rekannya. Sebagai manusia biasa tentu saja ia juga makhluk yang lemah, tetapi entah ia tampaknya dikaruniai keteguhan dalam bersikap.

Hanya kebencian yang kemudian mematahkan langkah Munir. Ia dibunuh oleh bangsanya sendiri, oleh orang-orang yang sebetulnya juga menjadi bagian dari upaya pembelaannya. Itu nyata. Dan, inilah yang dikatakannya tentang itu:

”Hak asasi manusia dalam konteks solidaritas kemanusiaan telah menciptakan bahasa universal dan setara yang melampaui ras, gender, sekat-sekat etnik atau agama. Itulah jalan di mana kita berada di pintu gerbang untuk berdialog bersama dengan semua orang dari berbagai kelompok sosial dan ideologi.” (Munir, 1965-2004). (jos)