Rancangan Qanun KKR tetap jadi prioritas DPRA

BANDA ACEH – Rancangan Qanun Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) akan tetap menjadi prioritas pembahasan DPR Aceh sebagai implementasi Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA).   

"Rancangan Qanun KKR akan tetap menjadi skala prirotas dalam pembahasan DPRA yang baru ini. Apalagi ini amanat UUPA," kata wakil ketua sementara DPRA, Amir Helmi, di Banda Aceh, tadi sore.   

Rancangan Qanun KKR sudah masuk skala prioritas pembahasan pada DPRA periode sebelumnya, namun karena ada kendala, maka pembahasan ditunda.   

"Rancangan Qanun KKR tetap akan kita masukan dalam pembahasan dewan yang baru ini. Tapi, bila masih menghadapi kendala, tetap tidak bisa dibahas," katanya.   

Amir menyatakan, dewan tidak bisa membahas rancangan Qanun KKR, karena belum ada UU KKR nasional, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU No 27 tahun 2004 tentang KKR yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945.   

"Jadi, bila belum ada UU KKR nasional, dewan tidak bisa menetapkan KKR daerah, karena tidak ada dasar hukumnya. Ini memang peraturan yang harus ditaati," ujarnya.   

Dikatakan, meskipun KKR nasional belum ada, pihak dewan akan mencari upaya lain agar rancangan Qanun KKR bisa dibahas.   

Ditanya kapan dibahas, dinyatakan, belum bisa ditentukan, karena hingga saat ini DPRA belum menetapkan perlengkapan dan tata tertib dewan.   

Menanggapi Qanun tentang Reparasi (kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi) untuk keluarga korban pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM), Amir, menyatakan, bisa-bisa saja, tapi harus didukung dengan data yang jelas.
   
"Saya berharap pihak KontraS yang selama ini menjembatani para keluarga korban penghilangan orang secara paksa bisa memberikan data yang jelas, sehingga menjadi dasar bagi dewan untuk mengajukan qanun tersebut," katanya.

(dat01/ann)