Puisi Peringati Tragedi Semanggi

JAKARTA, KOMPAS.com — Peringatan 11 tahun tragedi Semanggi I digelar di Kampus Unika Atmajaya, Jakarta, Jumat (13/11). Dalam kesempatan tersebut tampak hadir orangtua para korban, aktivis Kontras, dan sivitas akademika dari YAI, Universitas Indonesia, Universitas Atmajaya, UIN Syarif Hidayatullah, dan Universitas Bung Karno.

Meski sederhana hanya dengan lesehan, peringatan ini terasa khidmat. Apalagi, saat dibacakannya puisi yang dibuat oleh salah satu korban sebelum tewas tertembak dalam peristiwa berdarah itu. Puisi tersebut adalah karya Bernardus Realino Norma Wirawan (Wawan), mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya.

"Aku benci tirani. Aku benci rezim. Kini aku lelah. Terlalu lama aku main. Aku baru sadar akan bahaya tirani. Aku sadar aku telat. Aku siap mati demi bangsa dan rakyatku. Aku hanya berharap oangtuaku tabah. Aku berharap semoga perjuanganku tidak sia-sia. Aku berharap semoga aku masih ada tempat. Aku kini hanya bisa pasrah kapan pun aku mati. Aku sudah siap. Bagaimanapun caranya aku siap. Aku tidak pernah bermimpi dihormati. Aku hanya bermimpi hidup makmur, sejahtera walaupun di alam baka."

Wawan adalah korban kedua pada peristiwa berdarah 13 November 1998. Ia tewas setelah peluru aparat menembus dadanya saat akan menolong kawannya yang terluka di pelataran parkir Kampus Atma Jaya. Peristiwa berdarah yang terjadi antara 11-13 November 1998 itu menewaskan tak kurang dari 17 warga sipil.

Seusai pembacaan puisi, Arif Priyadi, ayahanda Wawan, menyatakan harapannya agar mahasiswa tetap mengawal reformasi serta memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Keluarga korban juga tetap menuntut pemerintah menuntut keadilan dengan mengusut tuntas dalang peristiwa tersebut.