Diskusi Publik di Mapolda Sumut; Kapolda Sumut: Pers Sangat Penting karena Penyebar Informasi dan Pembentuk Opini

Medan, (Analisa)

Diskusi Publik berkaitan dengan Pers, Polri dan korban tindak kekerasan yang digelar KontraS Sumut, Security Sector Reform Community (SSR-C), DKD PWI Sumut, Waspada Online dan Polda Sumut, mendapat sambutan baik dari ratusan undangan, di Aula Mapolda Sumut, Jumat (20/11) siang.

Dari lima pembicara yakni Kapolda Sumut Irjen Pol Drs Badrodin Haiti, War Djamil (DKD PWI Sumut), Afian Tumengkol (Waspada Online), Diah Susilowati (Koordinator KontraS Sumut) dan Majda El Muhtaj (Kepala Pusham Unimed), mengemuka beberapa hal penting, di antaranya Polri akan terus berupaya menumbuhkan keamanan di masyarakat dan mengaku pers berperan penting membentuk opini.

Selain itu, mengemuka juga bahwa pers merupakan sosial kontrol di tengah masyarakat serta Polri harus berubah menjadi lebih baik dan problem reformasi Polri serta peran media dalam reformasi sektor keamanan.

Ketua Dewan Kehormatan Daerah Persatuan Wartawan Indonesia (DKD PWI) Sumut, H.A. Ronny Simon saat membuka Diskusi Publik bertajuk “Peran Strategis Jurnalis dalam Upaya Mendorong Reformasi Sektor Keamanan Polri di Sumut” tersebut mengatakan, sektor keamanan harus diperhatikan dan benahi sebagai bagian vital menjaga Indonesia dari rongrongan internal maupun eksternal.

“Pers pengawal demokrasi dan pengawal rasa aman di tengah masyarakat juga tidak kebal hukum. Karenanya, ketaatan terhadap Undang-undang dan kode etik profesi dalam menjalankan tugas dan fungsi tersebut merupakan kata kunci yang tidak bisa ditawar,” katanya.

Sementara, Kapolda menegaskan Polri akan meningkatkan kinerja untuk menumbuhkan keamanan seperti yang diharapkan masyarakat. Disadari, era kebebasan demokrasi dan kebebasan pers saat ini masyarakat semakin kritis dan pers semakin aktif menjalankan fungsi sosial kontrolnya.

Pers, kata Kapolda, juga menjembatani antara informasi masyarakat dengan pemerintah termasuk Polri. Peran pers cukup penting karena sebagai penyebar informasi. Terus terang kita tidak bisa mengontrol seluruh anak buah yang mencapai 18.000 di Polda Sumut. Karena itu, informasi Polri yang negatif, penyalahgunaan wewenang dan sebagainya, melalui pers bisa terpantau termasuk pejabat di Polda ini.

“Kita tidak boleh menutupi kalau ada masalah. Sering Kapolres mencoba menutupi hal-hal negatif, hingga terjadi kesalahan informasi. Contoh paling konkrit 3 Februari lalu. Informasi yang semakin ditutupi pasti membuat penasaran, akibatnya berita yang dibuat tidak sama. Ini peran Humas, jelaskan yang sebenarnya supaya tidak terjadi kesimpangsiuran,” katanya.

Terkadang, suara masyarakat tidak didengar pemerintah atau pengambil kebijakan. Tapi jika terus menerus dimuat pers akhirnya pasti didengar dan ditanggapi.

Peran jurnalis kedua adalah membentuk opini, katanya, sembari menyontohkan berita-berita hangat belakangan ini. Masyarakat tiap hari disuguhi berita tersebut.

Bukan Kesalahan Pers

Sementara, War Djamil mengatakan pemberitaan akhir-akhir ini sehingga terkesan terbentuk opini publik yang menjadikan citra Polri anjlok, sebenarnya bukan kesalahan pers.

Media memberitakan apa yang sedang terjadi dalam kasus-kasus hukum tersebut. Berita tersebut bukan bermakna “benci” pada Polri. Tetapi sebagai bentuk kontrol sosial pers sekaligus memenuhi “hak publik untuk mengetahuinya”.

Dalam Reformasi Sektor Keamanan (RSK) Polri, pers tentu akan memberi porsi yang cukup agar pencitraan Polri pulih kembali. Pers juga harus selektif dan tetap mengacu pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) sehingga berita-berita Polri tidak merusak citra.

Kalau ada berita “oknum” Polri yang nakal, tentu Polri harus menerima pemberitaan itu secara wajar, ucap War Djamil yang juga Sekretaris Redaksi Analisa ini.

Di sisi lain, Avian Tumengkol menyebutkan, soal pembentukan opini, inti dari semua permasalahan adalah hubungan yang baik antara pers dan Polri atau instansi lain.

“Di Indonesia, ada kecenderungan pers belum matang akibat kebebasan yang mendadak, serta kematangan praktisi yang belum maksimal,” kata Avian.
Mahda menyebutkan, Kapolda diharap bisa mereformasi kurikulum SPN Sampali atau bahkan di lingkungan Polres dan Polsek. “Reformasi tersebut bersifat sipil,” pintanya.

Diah Susilowati juga berharap terjadi reformasi di tubuh Polri dan merubah paradigma, jika sebelumnya menggunakan kekuatan dan kekuasaan menjadi pendekatan kemanusiaan.

Pada kesempatan itu, Ronny Simon menyerahkan 4 buku poduk dewan pers, yaitu Menolak Kriminalisasi Pers, Profil Dewan Pers, Memahami KEJ serta Menegakkan Kemerdekaan Pers (Drs.S.L. Batubara). (hen)