Pengaduan Kasus Aan

H a l             : Pengaduan Kasus Aan Susandi

 

Kepada Yang Terhormat,
Kepala Divisi Propam
Mabes Polri
di-
J a k a r t a

Dengan Hormat,
Sehubungan dengan pengaduan yang terima Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) terkait kasus penganiyaan yang dialami korban bernama Aan Susandi (30) pada 14 Desember 2009, mantan karyawan Maritim Timur Jaya anak perusahaan Artha Graha Grup. Maka dengan ini kami meminta perhatian dan penanganan Kepala Divisi Propam atas kasus tersebut karena melibatkan anggota Polri dengan kronologis sebagai berikut:

Kronologis:

  1. Pada Senin, 14 Desember 2009, Aan Susandi (selanjutnya Aan) yang tengah melakukan koordinasi administrasi terkait dengan tanggungjawab kerjanya ketika menjadi karyawan Maritim Timur Jaya (MTJ) dengan pihak PT Artha Graha di gedung Artha Graha-SCBD.
  2. Kemudian datang Viktor Laiskodat (selanjutnya Viktor selaku pimpinan Artha Graha Grup beserta 3 orang polisi (Direskrum Polda Maluku, serta 2 penyidiknya). Mereka membawa Aan ke ruang di lantai 8 gedung tersebut.
  3. Di dalam ruang tersebut Aan di introgasi oleh Viktor terkait kepemilikan senjata illegal dari mantan pimpinan MTJ David Tjioe. Proses intrograsi ini berlangsung dengan menggunakan kekerasan fisik dengan pukulan dan tendangan pada bagian kepala dan dada Aan.
  4. Ketika terjadi proses penganiayaan awal masih disaksikan oleh 3 anggota Polda Maluku tersebut. Setelah penganiayaan awal tersebut ke 3 anggota polisi itu meninggalkan ruangan.
  5. paska intrograsi yang dilakukan Viktor, intrograsi/pemeriksaan selanjutnya terhadap Aan masih terus berlangsung dilakukan  para penyidik dari Polda Maluku. Dan Aan dipaksa menanggalkan pakaian. Aan kemudian hanya memakai celana dalam saja.
  6. Ketika intrograsi berlangsung Aan sempat meminta kepada pengacara Sunggul Sirait. Sunggul pada sekitar pukul 22.00 WIB datang mendapati Aan dalam keadaan hampir telanjang hanya memakai celana dalam saja. Sunggul sempat memprotes tapi protesnya diabaikan.
  7. Sekitar pukul 01.30 WIB, dini hari (Selasa, 15 Desember 2009), Aan dijemput oleh 2 anggota Polda Metro Jaya dan dibawa ke Polda Metro Jaya dengan alasan memiliki sejenis obat secara tidak sah.
  8. Di Polda Metro Aan menjalani pemeriksaan dari sekitar pukul 02.00 s/d 09.00 WIB, dalam kondisi tubuh yang mengalami luka-luka dan kurang istirahat. Dan tanpa didampingi oleh pengacara.
  9. Pada hari itu juga telah dilakukan tes urine Aan dengan hasil negatif. Aan baru dibawa ke klinik kesehatan di Polda pada sekitar pukul 5 sore itu.
  10. Penyidik dari unit narkoba Polda Metro juga berulang kali menanyakan tentang perihal senjata api yang ditanyakan oleh Viktor dan para penyidik Polda Maluku sebelumnnya.  Penyidik Polda Metro mengatakan bila Aan mau memberikan informasi tentang senjata api tersebut maka di akan dibebaskan.
  11. Hingga saat ini Aan masih menjalani penahanan di Tahanan Narkoba Polda Metro Jaya.

Berdasarkan uraikan tersebut diatas, KontraS menilai telah terjadi pelanggaran HAM dan penyalahgunaan kekuasaan/wewenang selama Aan mengalami penyekapan di Gedung Artha Graha maupun pada proses pemeriksaan di Polda Metro Jaya.

Pertama, Kami pertanyakan keabsahan keberadaan Direskrim Polda Maluku dan 2 penyediknya di Gedung Arta Graha. Karena mereka tidak menggunakan mekanisme hukum formal pada pemeriksaan Aan tersebut. Kami mempertanyakan pembiaran yang dilakukan oleh angota Polda Maluku diatas terhadap penganiayaan yang dialami oleh Aan. 

Kedua, kami mempertanyakan pemeriksaan yang dilakukan penyidik Polda Metro Jaya, yang juga melakukan pemeriksaan dalam kondisi Aan secara kasat mata dapat lihat tidak sehat karena memar disekitar muka dan dadanya.

Ketiga, meminta Polri untuk melakukan pemeriksaan secara komperhensif baik kepada pelaku penganiayaan, para penyidik Polda Maluku dan Polda Metro Jaya, dan menguji kembali tuduhan yang disempatkan kepada Aan.

Kami berharap Pimpinan Polri dapat dengan konsisten menerapakan mekanisme hukum yang tersedia dengan memperhatikan hak asasi manusia sebagaimana pula telah diatur dalam Perkap No. 8 tahun 2009.

Jakarta, 29 Desember 2009
Badan Pekerja KontraS

Edwin Partogi
Divisi Politik Hukum dan HAM