Penindakan Hukum terhadap Pelaku Kekerasan di Makasar

Penindakan Hukum terhadap Pelaku Kekerasan di Makasar

KontraS menyesalkan terjadinya aksi kekerasan di Makassar seputar ketegangan antara Polri dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang terus berlangsung hingga hari ini. Kekerasan dan ketegangan bisa diakhiri bila kedua belah pihak melakukan dialog yang persuasif dan penegakan hukum kepada mereka yang bersalah, khususnya aparat Polri yang diduga terlibat dalam perusakan kantor HMI Makassar. Bagaimanapun juga Polri merupakan aparatur penegak hukum dan penjaga keamanan yang harus menyampingkan segala naluri dan emosi pribadi ketika sedang menjalankan tugas. Alasan bahwa pelaku merupakan oknum Polri yang merasa “sakit hati” tidak bisa dibenarkan dan tetap harus mendapat sanksi yang setimpal dengan perbuatannya.

Kapolda Sulselbar, Irjen Pol Adang Rochjana yang telah berjanji akan menindak bawahannya yang terlibat dalam perusakan kantor HMI harus dianggap sebagai bentuk pertanggungjawaban publik. Polri mendeklarasikan dirinya untuk semakin profesional dan berkomitmen untuk selalu menghormati, melindungi, dan menegakan hak asasi manusia seperti yang tertera dalam Perkap No. 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Bila Polri menemukan terjadinya tindak kekerasan yang merugikan ketertiban dan keamanan publik dalam aksi-aksi massa yang dilakukan oleh mahasiswa di Makassar, jelas pelakunya harus ditindak secara hukum. Namun, dalam upaya penegakan hukum tersebut Polri tidak bisa melakukannya secara membabi-buta, bahkan dengan melakukan aksi balasan dengan menyerang kantor HMI.

Terhadap hal tersebut di atas, KontraS mendesak :

  1. Semua pihak untuk menahan diri dan tidak memprovokasi suatu aksi kekerasan yang kontra-produktif dan merugikan publik serta melakukan upaya untuk mencegah perluasan konflik. Kami menghimbau kepada kedua belah pihak, baik kepolisian setempat dan mahasiswa untuk tetap mengkedepankan upaya dialogis dan tindakan persuasif. Demokrasi Indonesia saat ini membutuhkan suatu ekspresi yang damai.
  1. Kapolda Sulselbar untuk segera menindak aparat yang bertanggungjawab dalam melakukan kekerasan, secara cepat dan transparan dengan melibatkan pihak HMI atau pihak di luar Polri untuk menjamin profesionalitas Polri. Hal ini harus segera direalisasikan mengingat tingkat kepercayaan para mahasiswa, khususnya dari pihak HMI, terhadap Polri sudah sangat rendah.

 

  1. Komnas HAM dan Kompolnas sebagai lembaga independen untuk membantu proses mediasi dan  mengawasi proses penyelidikan Polri untuk menjamin objektivitas penyelidikan. Kami menghkhawatirkan implikasi kegagalan dalam menerapkan akuntabilitas internal Polri akan memprovokasi ketidakpuasan pihak lainnya, khususnya para aktivis mahasiswa.

Jakarta, 5 Maret 2010
Badan Pekerja
  

Indria Fernida, SH                                                                 Sri Suparyati, SH. LLM
Wakil I Koordinator                                                                 Kepala Divisi Politik Hukum dan HAM