Tembak Mati Dulmatin Timbulkan Pro-Kontra

JAKARTA – Tindakan polisi menembak mati orang yang diduga teroris menimbulkan pro-kontra. Di satu sisi tindakan tersebut dianggap berlebihan. Di sisi lain, komitmen polisi menangkap anggota jaringan terorisme dalam keadaan hidup dinilai berisiko.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Usman Hamid, misalnya, mengkritik kinerja polisi dalam memberangus teroris di beberapa tempat, seperti Pamulang dan Temanggung. Menurut dia, aksi polisi tampak berlebihan. "Pamulang berlebihan. Sementara di Temanggung, aparat memberondong lokasi rumah," katanya Jumat lalu.

Dalam insiden pembekukan Dulmatin alias Joko Pitono alias Yahya Ibrahim alias Mansur di Pamulang, polisi dinilai brutal dengan menembak mati Dulmatin. Apalagi seorang saksi mendengar tembakan hanya terjadi beberapa kali, bukan tembak-menembak. Lebih baik, kata dia, jika teroris itu dihadirkan di pengadilan, polisi bisa membuktikan benar-tidaknya Dulmatin adalah teroris.

Usman mengingatkan agar polisi juga melakukan pendekatan sosiologis, bukan hanya pendekatan keamanan, dalam memberangus terorisme.

Namun, menurut pengamat terorisme Mardigu Wowiek Prasantyo, meski bertujuan mengorek informasi, polisi harus tetap memprioritaskan keselamatan anak buahnya.

Mardigu menilai penyelesaian melalui jalur hukum, seperti penangkapan Imam Samudra, Muklas dan Amrozy, tak banyak memberi informasi dalam mengurai jaringan terorisme. "Sampai mendekati ajal pun mereka tak membocorkannya. Karena memang itu komitmen mereka," kata Mardigu kemarin. FEBRIANA FIRDAUS | APRIARTO MUKTIADI