Polisi Diminta Tak Intimidasi Pelaku Aksi pada Hari Buruh

TEMPO Interaktif, Jakarta – Markas Besar Kepolisian diminta tidak mengintervensi massa yang akan melakukan aksi damai pada peringatan Hari Buruh Sedunia atau May Day, Sabtu (1/5) besok. Peringatan Hari Buruh dilakukan secara serentak di seluruh dunia, khususnya di kota-kota besar di Indonesia.

Permintaan itu disampaikan juru bicara Front Oposisi Rakyat Indonesia, Erwin Usman, di Jakarta. Alasannya, berdasar pengalaman tahun-tahun sebelumnya, polisi kerap melakukan intimidasi secara halus kepada massa aksi. “Seperti intimidasi pemilik penyewaan alat pengeras suara atau pengemudi angkutan umum yang biasa disewa massa untuk melakukan aksi,” kata Erwin, di kantor Kontras, Jumat (30/4).

Selain itu, Erwin melanjutkan, polisi maupun petugas jalan raya kerap menutup akses jalan, terutama di jalur tol yang menuju Jakarta. Akibatnya, massa aksi yang datang dari luar kota tidak bisa masuk ke Jakarta.

“Padahal, aksi yang akan kami lakukan adalah aksi damai,” ujarnya. Sebab itulah, Front Oposisi Rakyat Indonesia meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kepala Kepolisian Jenderal Bambang Hendarso Danuri, dan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo untuk memberi kebebasan kepada buruh dan pekerja untuk melakukan aksi May Day.

Hingga hari ini, Kepolisian Daerah Metro Jaya telah mendapat data jumlah buruh dan pekerja yang akan ikut dalam aksi May Day, yakni sekitar 100.000 orang. Dari angka tersebut, Front Oposisi Rakyat Indonesia dan Gerakan Satu Mei menurunkan massa sejumlah 10 ribu orang.

Massa itu berasal dari 36 serikat buruh dan 48 organisasi sosial, seperti Wahana Lingkungan Hidup, Konsorsium Pembaruan Agraria, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Lembaga Bantuan Hukum, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, dan organisasi perempuan serta mahasiswa.”Kami juga minta dukungan Aliansi Jurnalis Independen dan mereka akan membantu karena sadar bila jurnalis juga buruh,” kata Erwin.

Rencananya, massa yang tergabung dalam Front Oposisi Rakyat Indonesia berkumpul di depan Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, Jalan Gatot Subroto pada pukul 08.00 WIB. Sekitar pukul 09.00 WIB, massa ini akan berjalan menuju Bunderan Hotel Indonesia untuk bergabung dengan kelompok aksi lainnya. Dari lokasi tersebut, mereka akan berorasi di depan Istana Negara.

Dalam orasi itu, Front Oposisi Rakyat Indonesia menuntut beberapa hal. Yakni, tolak pemutusan hubungan kerja, penghapusan kerja kontrak dan outsourching, menuntut upah layak, penolakan terhadap revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. “Fokusnya, kami menuntut terjadinya pergantian dari rezim SBY-Boediono,” kata Erwin.

Selain memperingati Hari Buruh, selama bulan Mei nanti, massa Front Oposisi Rakyat Indonesia juga akan melakukan rangkaian aksi peringatan. Di antaranya Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada 2 Mei, peringatan terbunuhnya buruh Marsinah, kerusuhan 1998 pada 12-14 Mei. Juga, ada kegiatan untuk Hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei, serta  peringatan jatuhnya rezim kepemimpinan Soeharto pada 21 Mei. “Jadi, Mei adalah bulan perlawanan rakyat,” kata Erwin.