Keluarga Korban Berunjuk Rasa di Istana

Jakarta, Kompas – Keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia, seperti tragedi Mei 1998, Semanggi I dan II, serta penembakan mahasiswa Universitas Trisakti, berunjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (11/5). Dalam unjuk rasa itu, mereka menilai, dalam upaya penegakan hukum, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak serius dan belum sepenuhnya menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM.

Selain keluarga korban kasus pelanggaran HAM, unjuk rasa kemarin juga diikuti mahasiswa dan lembaga swadaya masyarakat, seperti Front Oposisi Rakyat Indonesia (FOR-Indonesia). Beberapa pengunjuk rasa juga menampilkan aksi teatrikal.

Keluarga korban pelanggaran HAM, Sumarsih, orangtua mahasiswa Universitas Atma Jaya yang tertembak, Norma Irmawan atau Wawan, menilai, ”Pemerintah tidak serius dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM.”

Sumarsih mencontohkan, ada beberapa kasus yang diselidiki Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang sudah diserahkan kepada Kejaksaan Agung, seperti kasus penembakan mahasiswa Universitas Trisakti atau penculikan aktivis. ”Namun, kasus itu tidak ditindaklanjuti dengan berbagai alasan,” katanya.

Kepala Divisi Pemantauan Impunitas dan Pemenuhan Hak Korban Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Andriyani mengungkapkan, pemerintahan Presiden Yudhoyono seharusnya mengimplementasikan penegakan hukum kasus-kasus pelanggaran HAM.

Misalnya, menurut Yati, DPR pernah merekomendasikan pembentukan pengadilan ad hoc, pencarian 13 orang hilang, rehabilitasi korban pelanggaran HAM, dan ratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai penghilangan paksa. Namun, pemerintah belum mengimplementasikan rekomendasi DPR tersebut.

Sementara itu, Koordinator Kontras Usman Hamid pernah menjelaskan, pihak Kontras telah mengusulkan kepada presiden untuk mengeluarkan keputusan presiden (keppres) terkait empat hal di bidang penegakan HAM. Melalui keppres itu, menurut Usman, diharapkan, pemerintah lebih fokus dan terukur dalam menangani masalah penegakan HAM.

Keempat keppres yang diusulkan Kontras itu adalah tentang Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Satuan Tugas Pencarian 13 Orang Hilang, Badan Pemulihan Hak-hak Korban Pelanggaran HAM, dan Persetujuan Pengesahan Ratifikasi Konvensi PBB tentang Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan secara Paksa. (FER)