Penembakan dan Pembunuhan Petani Riau oleh Polisi Membela Perkebunan Kelapa Sawit

Siaran Pers Bersama
Tentang Penembakan dan Pembunuhan Petani Riau oleh Polisi
 Membela Perkebunan Kelapa Sawit

“POLISI MASIH MENJADI ALAT PELINDUNG PEMODAL BESAR”

Jakarta, (9/6/2010)–Pancasila sebagai dasar  negara, khususnya sila kedua menyebutkan dengan jelas Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Insiden berlanjutnya penembakan terhadap petani oleh  kepolisian khususnya Brigade Mobil patut dipertanyakan kembali. Apakah Kepolisian mulai redup mengamalkan Panca Sila, atau polisi juga lupa bahwa mereka bukanlah institusi militer. Karena faktanya akhir-akhir ini Polisi selalu melakukan tindakan kekerasan.  Sepatutnya, sebagai alat negara benar-benar menjalankan fungsinya sebagai pengayom rakyat dan bukan sebagai alat perusahaan. Dengan insiden kekerasan belakangan ini membantah telah terjadi reformasi di tubuh Polri.

Nyawa rakyat kecil solah tak berharga. Setelah melakukan penembakan terhadap petani di Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan,  Buton Sulawesi Tenggara, dan Banggai Sulawesi Tengah, kini melanjutkan penembakan petani di wilayah Kabupaen Kuala Sengingi (Kuansing) Riau. Dipertengahan tahun ini kembali  seorang Ibu petani kelapa sawit tewas setelah ditembus peluru aparat Kepolisian Polres Kuala Sengingi dan Brimob Polda Riau pada Selasa, 8 Juni 2010.

Adalah  Ibu Yusniar (45) dan Disman (43) warga Desa Koto Cengar Kecamatan Kuantan Mudik yang menjadi korban. Ibu Yusniar meninggal di tempat, sedangkan Bapak Disman masih di rawat di RSUD Taluk Kuantan. Selain menewaskan petani, polisi juga telah menahan sekurangnya 11 warga meski siang ini telah dibebaskan, dan saat ini berada di Puskemas Lubuk Jambi untuk perawatan akibat pemukulan. Tidak cukup dengan menembak dan menangkap petani, polisi juga telah membakar dan menembaki 10 unit sepeda motor dan satu unit mobil. Tidak heran jika petani melakukan tindakan serupa pula.

Dalam semester pertama tahun 2010, kami mencatat 65 orang sudah menjadi korban kriminalisasi dan kekerasan aparat polisi. Korban Yusniar (45) di Kabupaten Kuansing, adalah yang paling parah. Dan terdapat 64 orang petani yang ditahan, yaitu enam (6) di Riau, enam (6) di Sumatera Barat, 3 (tiga) di Bengkulu, lima (5) di Tapanuli Selatan-Sumatera Utara, dua (2) orang di Kabupaten OKI-Sumatera Selatan, 24 orang di Banggai Sulawesi Tengah, dan 18 orang di Kalimantan Barat.

Kekerasan terhadap petani kelapa sawit di Riau merupakan cermin adanya ketidakadilan dalam sistem perkebunan kelapa sawit. Duduk perkaranya, lahan seluas 12.000.00 Ha merupakan milik 4000 KK telah diserahkan kepada PT. Tribakti Sari Mas tahun 1999 untuk dibangun menjadi kebun kelapa sawit. Dan yang telah dikelola seluas 9000 Ha, serta yang telah berhasil panen seluas 4500 Ha sejak tahun 2008. Duduk ketidakadilan yang dialami petani; pertama dirugikan dengan masa konvesi lahan yang seharusnya berjalan lima (5) tahun menjadi Sembilan (9) tahun. Artinya ada kesempatan untuk panen yang di hilangkan selama empat (4) tahun. Kedua, dari pendapatan, seharusnya dalam setiap bulan atas per hektar lahan, petani mendapatkan Rp.1,6 juta dan dikurangi empat jenis potongan sebesar 34,5%, maka total pendapatan bersih senilai Rp.502 ribu per bulan. Sedangkan kenyataan yang didapat  oleh seorang petani hanya Rp. 72.000 per bulan. Hal inilah yang memicu kemarahan petani terhadap perusahaan.

Masyarakat sesungguhnya telah memperjuangkan keadilan selama dua tahun terakhir. Upaya yang ditempuh yaitu mengadu kepada DPR RI, ke Pemda Propinsi dan DPRD sebanyak tujuh kali dan di tingkat Pemda dan DPRD K sebanyak 15 kali. Serta menuntut perbaikan manajemen pengelolaan kepada pihak perusahaan sebanyak empat kali.
Namun hasilnya nihil hingga petani memutuskan untuk melakukan panen paksa atas lahan seluas 100 Ha yang berujung bentrok dan menewaskan dua orang petani.

Insiden seperti ini seharusnya tidak perlu terjadi jika perusahaan mau melakukan tindakan jujur dan adil dalam bagi hasil, dan polisi menjadi penengah dalam perselisihan. Bukan berlawan dengan petani.

Atas insiden ini, kami elemen masyarakat sipil yang peduli pada nasib petani, lingkungan hidup, demokrasi dan hak asasi manusia menyampaikan;

  1. Mengutuk tindakan keberutalan aparat Polisi dalam menangani perjuangan keadilan petani kelapa sawit yang diperlakukan tidak adil dan sewenang-wenang oleh PT. Tribakti Sari Mas.
  2. Mendesak KAPOLRI untuk sungguh-sungguh melakukan reformasi di kesatuannya,  karena masih banyaknya tindakan anggota POLRI yang berada di luar batas kemanusiaan dengan melakukan penangkapan paksa, penembakan serta penggunaan senjata berpeluru tajam dalam penanganan persoalan masyarakat.
  3. Meminta KAPOLRI dengan atas  nama kemanusiaan agar mencopot KAPOLRES Kuantan Sengingi dari jabatannya selaku pihak bertanggung jawab atas tragedi ini
  4. Meminta  Presiden RI untuk menjadikan POLRI berada  satu tubuh dalam Kementerian Dalam Negeri, agar Polisi betul-betul bertindak sebagai polisi sipil.
  5. Atas nama keadilan, polisi pelaku penembakan agar segera di tangkap dan di hukum seberat-beratnya.
  6. Mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, agar memerintahkan departemen terkait untuk melakukan audit sistem perkebunan kelapa sawit di Indonesia secara umum, dan di PT. Tribakti Sari Mas secara khusus. Audit ini beserta dengan seluruh kebijakan-kebijakan terkait perkebunan kelapa sawit. Selain itu, kami juga mendesak kepada Presiden untuk melakukan moratorium rencana perluasan perkebunan kelapa sawit seluas 6 juta ha hingga 2015 mendatang. Tercatat yang harus dievaluasi adalah sekitar 9,4 juta ha perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
  7. Meminta kepada seluruh pasar-pasar konsumen Crude Palm Oil (CPO) dalam dan luar negeri untuk memboikot CPO milik perusahaan PT. Tribakti Sari Mas yang melakukan tindakan kriminal dan melakukan tindakan tidak adil terhadap petani kelapa sawit, dan bersama-sama mendorong perbaharuan dalam sistem perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
  8. Kami juga mendukung sepenuhnya upaya-upaya perjuangan masyarakat Kuantan Sengingi untuk memperoleh keadilan dengan cara-cara damai.

Terim kasih.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Sarekat Hijau Indonesia (SHI), Sawit Watch, KontraS, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Aliansi Petani Indonesia (API), Serikat Petani Indonesia (SPI), PRP, PBHI, IMPARSIAL, LMND, PEBEBASAN, Perempuan Mahardika, PERGERAKAN Bandung, Institute Global Justice (IGJ).

Info lanjutan: 021-7941672; www.walhi.or.id