Akademisi dan LSM: Usir Camat yang Jemur Keuchik

BANDA ACEH – Ulah Camat Kuala Batee, Aceh Barat Daya (Abdya), Erwandi SKM yang Senin (26/7) siang menjemur sepuluh keuchik di halaman kantornya–dua di antaranya disuruh memungut beling dari botol yang pecah dia tendang–kemarin menuai protes dan sorotan tajam dari kalangan akademisi, aktivis LSM, dan pejabat provinsi di Banda Aceh.

Seorang akademisi Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Dr Taqwaddin MH malah merekomendasikan agar camat yang tega menjemur sepuluh keuchik di Kuala Batee itu diusir saja dari daerah itu, karena ia telah menista simbol pemerintahan gampong. “Pengusiranlah yang pantas untuknya,” kata Taqwaddin saat diminta pendapatnya, Kamis (29/7) di Banda Aceh.

Direktur Komite untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Hendra Fadli menilai, tindakan Camat Kuala Batee yang menjemur dan menyuruh keuchik memungut beling botol di lantai ruang kerjanya itu, sangat arogan.  “Ini tidak boleh ditolerir. Kalau para keuchik di Kuala Batee mengajukan kasus ini untuk diproses secara hukum, saya siap mendampingi mereka. Kami minta Bupati Abdya segera mengganti camat tersebut,” tegasnya.

Taqwaddin mengingatkan bahwa keuchik (kepala desa) adalah pimpinan masyarakat yang dipilih secara langsung oleh rakyatnya untuk masa jabatan enam tahun. Sedangkan camat adalah pejabat yang ditunjuk oleh bupati. Ia tidak memiliki otonomi dan legitimasi dari rakyat. “Tindakan camat tersebut sangat tidak benar dan tidak boleh dibenarkan,” kata akademisi yang juga penulis produktif ini.

Oleh karenanya, Taqwaddin menyarankan agar Bupati Abdya segera menonjobkan camat tersebut dan segera menempatkan penggantinya. Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi agar kinerja pemerintah di kecamatan tersebut kembali memperoleh dukungan rakyat. Perlu senantiasa diingat, kata Taqwaddin, bahwa keuchik bukanlah bawahan subordinat camat. Oleh karenanya, keuchik tidak bertanggung jawab kepada camat. “SK camat juga dari bupati, demikian pula SK keuchik. Dengan demikian, antara camat dan keuchik tidak saling lebih hebat,” imbuhnya.

Sebagaimana diberitakan Serambi kemarin, sepuluh keuchik di Kecamatan Kuala Batee, Kabupaten Abdya, Rabu (28/7), mengadukan camat setempat ke Sekretaris Forum Komunikasi Keuchik Sekabupaten (FK3) Abdya. Pengaduan itu merupakan ekses dari sikap camat setempat yang dinilai para keuchik arogan, tidak bersahabat, dan melecehkan wibawa merek selaku kepala desa.

Adapun keuchik yang dijemur di halaman kantor camat pada Senin pukul 12.00 WIB itu adalah Keuchik Lamatuha Abdullah, Keuchik Kampong Teungoh Zainal, Keuchik Lhueng Geulumpang Darmi, Geuchik Geulanggang Gajah M Nasir, Keuchik Ie Mameh T Syahrol, Keuchik Pasar Kota Bahagia Zulkarnaini, Keuchik Lhok Gajah Firdaus Is, Keuchik Alue Pade Matriadi, Keuchik Krueng Batee M Ali, dan Keuchik Panton Cut, Zikri Yus.

Menurut Anwar S, sikap camat yang menjemur sepuluh keuchik dan meminta dua orang keuchik mengutip beling dari botol pecah yang dia tendang di dalam ruang kerjanya itu, menunjukkan bahwa camat menganggap para keuchik setingkat dengan anak sekolah dasar.  Oleh karena itu, mereka minta Bupati dan Wakil Bupati Aceh Barat Daya untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap camat yang telah melecehkan para keuchik di depan masyarakatnya itu.

Merendahkan martabat
Hal senada diutarakan Direktur Ekesekutif Koalisi NGO HAM Aceh, Evi Zein. Ia menilai, tindakan camat tersebut telah merendahkan martabat keuchik yang merupakan orang tua di gampong. “Itu jelas tindakan sangat arogan dan harus diberi sanksi berat,” tegasnya. Menurut Evi, camat harusnya menggunakan pendekatan manusiawi dan dialogis, tidak dengan cara menjemur dan menyuruh dua di antara mereka memilih beling dari botol yang pecah karena tendangan camat itu sendiri.

Perilaku camat yang arogan itu, menurut Evi, merupakan perbuatan tidak menyenangkan dan  melanggar Pasal 335 KUHPidana. “Saya minta Bupati Abdya  harus cepat turun tangan untuk menyelesaikan kasus ini secara adat, tetapi tidak boleh mengenyampingkan sanksi pidana untuk menimbulkan efek jera,” tegas Evi.

Jangan arogan
Secara terpisah, Kamaruddin Andalah SSos MSi, Kabag Pemerintahan Mukim dan Gampong Biro Tata Pemerintahan Setda Aceh, menyesalkan tindakan Camat Kuala Batee yang menjemur sepuluh keuchik hanya gara-gara mereka belum melunasi pajak sepeda motor dinas.  Kamaruddin mengingatkan bahwa keuchik bukanlah bawahan camat. Keuchik adalah pemimpin rakyat yang dipilih secara demokratis.

“Camat jangan arogan dalam menjalankan pemerintahan di kecamatan. Dalam kepemimpinannya, camat harus menggunakan ilmu dan seni, bukan kekerasan. Karena itu, saya berharap Bupati Abdya mengevaluasi Camat Kuala Batee yang telah bertindak arogan dalam menjalankan pemerintahannya,” tulis Kamaruddin melalui pesan singkat (SMS) yang dikirim ke Serambi, kemarin.

Beri pengarahan
Sementara itu, Camat Kuala Batee, Erwandi SKM yang dikonfirmasi Serambi via telepon pascakejadian itu mengaku, tindakannya itu hanyalah untuk memberi pengarahan kepada para keuchik.  Ia membantah telah menjemur para keuchik di bawah terik matahari. “Itu tidak benar, sebab pada saat itu saya juga ikut berdiri di bawah terik matahari. Saya panggil para keuchik semata-mata untuk meminta penjelasan dari mereka terkait belum dilunasinya pajak sepeda motor dinas keuchik yang tiap tahunnya selalu dianggarkan. Apakah tindakan itu salah?” tanya Erwandi balik bertanya.

Dia katakan, pemanggilan para keuchik itu hanyalah sekadar untuk meluruskan isu yang berkembang di kalangan masyarakat tentang belum dibayarnya pajak kendaraan dinas oleh para keuchik.  “Ketika saya cek, informasi itu ternyata benar. Malah ada sebagian keuchik sudah dua tahun tidak membayar pajak kendaraan dinasnya. Menurut saya, tindakan yang saya ambil ini siapa pun akan mendukungnya,” demikian Camat Erwandi. Ternyata dugaannya meleset. Banyak pihak yang justru mengecam tindakannya itu setelah tersiar di koran. Ia dicap arogan, melecehkan marwah keuchik, dan direkomendasikan untuk dicopot. (dik/jal/sup)