Pemberian Remisi kepada Pollycarpus Dipertanyakan

TEMPO Interaktif, Jakarta –   Pemberian remisi oleh Kementerian Hukum dan HAM kepada    Pollycarpus Budihari Priyanto, terpidana kasus pembunuhan aktivis HAM Munir dipertanyakan. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai pemberian remisi untuk Pollycarpus Budihari Priyanto, terpidana kasus pembunuhan aktivis HAM Munir,  mengusik rasa keadilan publik. 

"Masyarakat akan bertanya-tanya, mengapa orang seperti Pollycarpus  diberi remisi,"  kata Wakil Koordinator II Kontras Haris Azhar saat dihubungi Tempo, Selasa (17/8).

Seperti diwartakan sebelumnya,  Patrialis menyatakan,     Kementerian  Hukum dan Hak Asasi Manusia akan mengeluarkan remisi dalam rangka memperingati hari kemerdekaan ke- 65 kepada 53 ribu orang.    Dari jumlah tersebut, mereka yang akan mendapatkan  remisi diantaranya,  narapidana kasus pembunuhan Munir Pollycarpus, Arthalita Suryani alias Ayin, narapidana kasus suap,  dan Aulia Pohan, narapidana kasus Bank Indonesia, Namun. Namun  Patrialis belum bisa memastikan jumlah remisi untuk Polycarpus, Ayin dan Aulia Pohan.      

Menurut Haris, remisi yang diberikan oleh Kementerian Hukum dan HAM itu  bisa mengganggu efek jera bagi  terpidana. "Karena itu, standar pemberian remisi perlu dipertanyakan lagi. Apakah sekadar berkelakuan baik di penjara layak diberikan remisi?" tanya Haris.

Kontras menilai, pemerintah terlalu berlebihan dalam memberi potongan masa tahanan pada Pollycarpus. "Dia itu selalu dapat remisi. Yang kalau dijumlah sudah sangat banyak. Bahkan semalam saya dengar dari seorang teman, dia (Pollycarpus) bilang, ‘Tahun depan saya bisa bebas nih’,"  ungkap  Haris.

Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, kata Haris,  perlu ‘masuk’ dan meninjau standar pemberian remisi.  Karena ini paket ketidakberesan sistem penjara. Harus ada otoritas yang lebih besar untuk mengurusnya. "Aneh saja, karena pemberian remisi yang bertubi-tubi itu selalu mudah didapatkan oleh  orang-orang seperti Pollycarpus dan Tommy Soeharto," kata Haris.

Mahkamah Agung, lanjut  Haris,  bisa ‘menggugat’ remisi berlebihan untuk Pollycarpus. Di KUHP ada aturan, hakim diperbolehkan memantau pelaksanaan putusannya. "MA bisa saja protes terhadap pemberian remisi bertubi-tubi oleh Kementerian Hukum dan HAM ini," kata dia.

Sebelumnya, Pollycarpus oleh Kementerian Hukum dan HAM diberi remisi tujuh bulan sepuluh hari. Alasannya, ia dianggap berkelakuan baik, menjadi koordinator kegiatan Pramuka, dan berpartisipasi dalam donor darah.

Menurut Haris, pemberian remisi karena kegiatan dalam Lembaga Permasyarakatan seperti pramuka dan donor darah sebenarnya sah saja diberikan. Karena filosofinya, LP mengembalikan terpidana ke masyarakat dengan baik dan punya fungsi sosial. Itu pada satu titik harus dihargai. "Namun, sifat pemberian remisi seharusnya akumulatif, bukan reguler. Remisinya diberikan nanti setelah bertahun-tahun masa tahanan sudah berjalan," ujarnya. 

Dia pun membandingkan Pollycarpus dengan terpidana terorisme.  Terpidana terorisme berkelakuan baik dan rajin shalat. Kok malah nggak dapat remisi? "Sebagai warga negara, saya berterima kasih Polycarpus sudah mau memperbaiki diri. Tapi saya berpendapat, dia tidak seharusnya mendapat remisi bertubi-tubi," kata Haris.

Pollycarpus divonis 20 tahun penjara potong masa tahanan oleh Mahkamah Agung RI pada Januari dua tahun lalu. Sejak Mei 2008, Polly menghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Sukamiskin, Bandung.

Isma Savitri