TKI di Ujung Maut, Pemerintah Lamban

NASIB buruk tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia seperti cerita yang tidak jelas kapan akan berakhir. Belum hilang dari ingatan kita bagaimana Nirmala Bonat disetrika hingga kuit tubuhnya mengelupas oleh majikannya di Malaysia.

Juga TKI bernama Siti Hajar yang disiram air panas hingga mukanya hancur. Kini, 345 TKI sedang diancam hukuman mati oleh pemerintah Malaysia. Tiga di antaranya, yakni Bustaman, Tarmizi, dan Parlan Dadeh, tengah menunggu tiang gantungan.

Celakanya, pemerintah terlambat merespons, bahkan tidak menganggap persoalan TKI di negeri jiran tersebut sebagai suatu yang urgen. "Indikatornya, mengapa sudah ada 345 TKI divonis mati, tetapi respons pemerintah biasa-biasa saja? Saat kita menyampaikan itu, pemerintah malah mempersoalkan jumlah yang menurut mereka 177 TKI," kata Program Manager International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) Wahyu Susilo, tadi malam.

Bersama Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah dan Koordinator Kontras Haris Azhar, Wahyu menemui Staf Khusus Presiden Bidang Bencana Andi Arif di Istana Kepresidenan, kemarin. Mereka mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta pengampunan kepada Malaysia untuk 345 TKI itu.

"Satu-satunya cara adalah memilih prioritas bagaimana Pak SBY secara langsung meminta pengampunan," kata Anis.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan telah meminta penjelasan dari Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa terkait dengan kabar 345 WNI yang terancam hukuman mati. Presiden meminta agar ada tindak lanjut hukum terhadap mereka.

"Ada yang mesti diklarifikasi, apa betul ada sekian banyak warga negara kita yang diputus hukuman mati. Saya ingin di-update berapa karena selama ini kita gigih. Saya datang sendiri beberapa kali untuk mengurus ini," tandas Presiden dalam pembukaan sidang kabinet di Kantor Presiden, kemarin.

Presiden menyatakan Indonesia akan tetap memberikan bantuan hukum, pembelaan, dan upaya diplomasi untuk meringankan hukuman bagi WNI yang mendapatkan hukuman mati.

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Jumhur Hidayat langsung menugasi Anjar Prihantono, Direktur Kerja Sama Luar Negeri Kawasan Asia Pasifik dan Amerika, serta Rohyati Sarosa, Direktorat Perlindungan dan Advokasi Kawasan Asia Pasifik, untuk berangkat ke Malaysia.

Namun, ia membantah bahwa jumlah WNI yang terancam hukuman mati di Malaysia sebanyak 345 orang. "Data KBRI menunjukkan 177 WNI terancam hukuman mati di Malaysia. Sebanyak 142 orang pengedar narkoba. Sisanya karena pembunuhan atau memiliki senjata api."

Wahyu justru mengkritik sikap pemerintah yang lebih mementingkan soal angka. "Jumlah 345 itu kita dapat dari KBRI dari 1990. Saya menduga ada komunikasi yang tidak beres di antara pejabat pemerintah." (Alw/CC/*/X-7)