Aksi perampokan kian meresahkan

MEDAN – Peristiwa perampokan, khususnya yang disertai pembunuhan dan bentuk kekerasan lainnya, selama kurang dari dua pekan ini saja sudah lebih dari 6 perampokan bersenjata api. Kejadian tersebut sangat meresahkan masyarakat.

Hal tersebut diungkapkan praktisi hukum dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Farid Wajdi, kepada Waspada Online, seraya mengatakan selain meresahkan masyarakat secara umum, para nasabah bank yang akan melakukan transaksi perbankan juga resah.

“Sehingga memunculkan suatu kondisi ketakutan akan kejahatan perampokan (fear of crime) pada masyarakat atau bahkan masyarakat sendiri,” tutur Farid, tadi malam.

Dikatakan, berbagai kasus perampokan itu kerap dilatarbelakangi alasan kesulitan ekonomi dan lemahnya penegakan hukum. Kedua hal itu dianggap dua faktor yang menjadi penyebab maraknya kejahatan perampokan.

“Masalahnya, mengapa tidak banyaknya terungkap kasus-kasus perampokan selama ini ataupun sulitnya aparat kepolisian untuk menangkap para pelaku. Karena  boleh jadi, hal itu membuat para pelaku semakin berani menjalankan aksinya,” ungkap Farid.

Menurutnya, memang secara sosiologis kejahatan merupakan masalah sosial yang terjadi di sepanjang riwayat hidup manusia. Setiap individu dapat memiliki risiko untuk menjadi pelaku ataupun korban kejahatan.

“Tetapi di sisi lain, manusia secara hakiki memiliki kebutuhan akan rasa aman,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa harapan yang ada pada setiap manusia bahwa dalam kehidupannya rasa aman itu dapat tercipta di bumi ini. Negara dalam hal ini memiliki kewajiabn itu menciprtakan rasa aman itu.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Sumatera Utara, Diah Susilowati, mengatakan tindakan perampokan sekarang semakin marak terjadi. Untuk itu, pihak kepolisian bertugas sebagai pelindung, pengayom dan penegak hukum di masyarakat harus bertindak profesional dengan peningkatan kualitas diri dalam hal pengamanan.

“Selain fungsinya menjaga keamanan ketertipan masyarakat. Polisi perlu melakukan tindakan preventif yakni melakukan patroli, penempatan personil di tempat-tempat rawan terjadinya tindak kriminalitas,” tutur Diah.

Menurutnya, tempat vital harus diantisipasi dengan serius oleh pihak kepolisian. “Apalagi seperti daerah konflik, safety dari senjata-senjata illegal perlu ditindaklanjuti. Karena ini menjadi alat bagi mereka untuk melakukan tindakan perampokan,” terangnya.

Lebih lanjut dikatakannya, bahwa polisi juga belum mampu menuntaskan kasus-kasus yang sedang terjadi. “Ada beberapa kasus yang belum diungkap. Ini harus menjadi PR bagi kepolisian,” tegasnya.

Dikatakan, peningkatan kualitas kepolisian baik itu diri dan senjata, memang harus ditingkatkan. “Bila personil polisi ditempatkan di daerah konflik, maka polisi itu harus siap dari diri dan juga dilengkapi persenjataan komplit,” harapnya.

Oleh karena itu, Diah mengharapkan, polisi juga harus introspeksi pembenahan di institusinya. “Kepada masyarakat juga harus proaktif ketika terjadi tindakan kriminal,” tuntasnya.