Sibuk Urus Pencitraan, SBY Lupa Kasus Munir

Jakarta – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai terlalu sibuk mengurus pencitraan dirinya di depan publik sebagai pemimpin negara. Padahal SBY masih memiliki utang untuk menuntaskan kasus hilangnya aktivis 98 dan meninggalnya aktivis HAM, Munir.

"Saya ingin katakan situasi yang sedang kita hadapi saat ini, adalah bahwa kita sedang menghadapi keanehan pencitraan. Dimana pencitraan itu saat ini sungguh luar biasa," ujar Pakar Komunikasi Politik Effendi Ghazali dalam diskusi publik untuk mengenang 6 tahun wafatnya aktivias HAM Munir di kantor Kontras Jl Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (31/8/2010).

Effendi mengaku tidak begitu paham mengapa sosok Presiden SBY pada pemilu tahun 2009 sangat diagung-agungkan khususnya oleh ibu-ibu. Yang jelas menurutnya pemerintah sibuk dengan pencitraan sehingga lupa berempati terhadap apa yang dialami oleh sekelompok orang.

"Presiden tidak atau belum memiliki empati (pada mereka ang jadi korban HAM) seandainya dia korban seperti istri Munir. Pencitraan ini harus balas dengan pencitraan," ujarnya.

Sebagai pemimpin yang pernah berjanji akan menuntaskan kasus pelanggaran HAM, sebenarnya tidak ada lagi alasan SBY untuk memperlambat kasus ini.

"Dengan belum selesainya persoalan ini, berarti Presiden kita nggak lulus ujian," imbuh Effendi.

Sekarang kunci penyelesaian masalah ini ada di tangan Presiden. Meskipun menurut aktivis antikorupsi ini, hal itu akan sulit sebab semua yang ada di sekeliling SBY memang menyingkirkan kasus ini dari perhatian orang nomor satu di Indonesia itu.

"Justru saat ini kendalanya ada di lingkar Istana, dimana yang mengelilingi Presiden adalah sekelompok orang-orang yang tidak peduli dengan ini. Mereka tidak pernah mengingatkan pada SBY bahwa persoalan HAM ini adalah persoalan internasional," katanya.

"Maka itu kita tinggal menunggu saja apakah ada proses keinginan dari Presiden untuk menuntaskan ini atau malah mewariskan sejarah itu," tutup Effendi.
(lia/anw)