Pemilihan Kapolri Makin Tak Transparan

JAKARTA, KOMPAS.com — Proses pemilihan calon kepala Polri pada saat Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri mendekati pensiun pada Oktober 2010 dinilai berjalan semakin tidak jelas dan tertutup. Tidak transparannya proses pemilihan itu dinilai akan membuka ruang politisasi, baik di internal Polri maupun di DPR.

Penilaian itu disampaikan Koordinator Kontras Hariz Azhar saat menyampaikan sikap ke Komisi Kepolisian Nasional di Jakarta, Selasa (7/9/2010). Ikut hadir dua aktivis Kontras lain. Adapun dari pihak Kompolnas diwakili Adnan Pandupraja.

Hariz mengatakan, baik Kompolnas maupun Kapolri harus membuka semua proses pemilihan secara transparan, termasuk mengumumkan siapa saja calon kapolri yang diajukan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Seperti diketahui, terakhir Kompolnas secara resmi mengajukan delapan nama calon kepada Presiden, sedangkan Kapolri mengajukan dua nama.

"Selain transparansi, ada kecemasan publik soal institusi Polri. Isu rekening gendut, kekerasan Buol, dan terakhir kekerasan di Sumatera Selatan itu yang penting dijawab. Itu utang yang ditagih masyarakat. Proses pemilihan ini bisa dijadikan momentum untuk mengembalikan kepercayaan publik," jelasnya.

"Kompolnas harus segera membuka hasil klarifikasi para calon kapolri dari Komnas HAM, KPK, dan PPATK sebagai bentuk akuntabilitas publik. Dengan demikian, masyarakat dapat mengawal proses itu sekaligus menjadi masukan bagi anggota DPR untuk memilih calon kapolri yang paling tepat," tambahnya.