Kejagung Emoh Disebut Cuci Tangan Kasus Munir

TEMPO Interaktif, Jakarta –  Kejaksaan Agung emoh dikatakan ‘cuci tangan’ dalam penanganan kasus terbunuhnya aktivis HAM Munir. Kejaksaan menilai, bukan pihaknya melainkan Mahkamah Agung-lah yang seharusnya ‘dipertanyakan sikapnya’ dalam penanganan hukum kasus ini.

"Kenapa kami lagi yang dimaki-maki? Kenapa Mahkamah Agung tidak dihujat padahal merekalah yang membebaskan terpidana pembunuh Munir? Yang terjadi, setiap ada masalah di MA, kami yang terkena hujatan, sementara MA tidak," ujar Juru Bicara Kejaksaan Agung Babul Khoir Harahap saat dihubungi Tempo, hari ini Kamis 9 September 2010.

Menurut Babul, yang berhak melakukan Peninjauan Kembali (PK) adalah terpidana dan ahli waris korban, bukannya pihaknya. "Bunyi undang-undangnya kan begitu. Dalam PK yang berhak mengajukan adalah terpidana atau ahli waris. Karena terpidananya dibebaskan, ya seharusnya ahli waris korban yang mengajukan PK," kata dia.

Sebelumnya, terpidana pembunuh Munir, Mayjen (pur) Muchdi Pr divonis bebas oleh MA. Pasalnya, MA menolak pengajuan kasasi oleh Kejaksaan. Menurut MA, alasan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam menerapkan hukuman, sudah pas.

Muchdi yang mantan Kasdam V/Brawijaya, didakwa jaksa memiliki motif menghabisi Munir. Ia menurut jaksa penuntut, sakit hati karena Munir mengungkap kasus penculikan aktivis mahasiswa 1997-1998 oleh Tim Mawar, Kopassus, hingga akhirnya Muchdi diberhentikan dari jabatan Danjen Kopassus yang baru diembannya 52 hari.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) kemudian meminta Kejaksaan Agung berinisiatif berkomunikasi dengan Presiden membahas penyelesaian kasus Munir yang belum tuntas sejak 6 tahun lalu tersebut. Kontras berharap Kejagung bisa meminta arahan Presiden untuk menginisiasikan bentuk tindakan penuntasan kasus Munir.

Adapun istri Munir, Suciwati, menilai ada pihak yang sengaja menggantung kasus ini. Sebab, Jaksa Agung yang pernah menjanjikan PK, tidak juga memenuhi janjinya. Kejagung juga disebut Suciwati tidak kredibel karena membiarkan penanganan kasus ini berlarut-larut.

ISMA SAVITRI