Calon Kapolri Tetap Perlu Diuji Publik

JAKARTA – Pernyataan Kapolri Bambang Hendarso Danuri (BHD) bahwa calon penggantinya cukup dijaring lewat mekanisme internal kepolisian menuai kritik. Sejumlah kalangan yang kritis terhadap Korps Bhayangkara menilai hal itu bertentangan dengan prinsip reformasi kepolisian yang menekankan aspek transparansi.
""Polisi itu milik rakyat karena struktur gajinya diambil dari APBN. Jadi, masyarakat berhak menilai pantas tidaknya seseorang naik menjadi Kapolri,"" tegas Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar di Jakarta, Sabtu (11/9).

Sebagaimana diketahui, Jumat (10/9), BHD menegaskan bahwa pihaknya tidak akan membuka nama calon Kapolri untuk publik. Dia bersikukuh mekanisme penilaian internal lebih penting. Masyarakat bisa tahu setelah nama calon itu disampaikan presiden kepada DPR.

Di istana, setelah acara open house Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Mensesneg Sudi Silalahi mengisyaratkan bah­wa presiden hanya akan mengirimkan satu nama kepada DPR. Hal itu berdasar ketentuan undang-undang yang menyebutkan bahwa Kapolri diangkat presiden dengan persetujuan DPR. ""Jadi, kalau minta persetujuan DPR, berarti kan bukan seleksi,"" kata Sudi.

Menurut Haris, masyarakat berhak tahu nama calon Kapolri yang akan disetorkan kepada presiden untuk menilai rekam jejaknya. ""Bagaimana kita bisa yakin calon itu bersih, bagaimana kita bisa yakin calon itu bebas dari pelanggaran hak asasi manusia?"" tanya dia.

Jika menunggu fit and proper test oleh DPR, dia justru khawatir akan terjadi mekanisme lobi-lobi politik yang sarat kepentingan partai politik. ""Kami berharap Polri sekarang mau memberikan terobosan baru. Umumkan saja (calon Kapolri) ke masyarakat. Kalau perlu, beber rekam jejaknya di media,"" tegasnya. (rdl/c5/ari)