Busyro-Bambang-Yunus Dijagokan

JAKARTA — Rencana pergantian Jaksa Agung Hendarman Supandji terus mendapatkan perhatian publik. Sejumlah kalangan memberikan syarat bagi figur yang akan menjabat sebagai orang nomor satu di institusi Kejaksaan Agung.

"Dalam kondisi saat ini, Jaksa Agung harus orang yang berani dan tegas, serta bisa menjaga kejaksaan dari intervensi dalam penegakan hukum," kata Hasril Hertanto, koordinator Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi), Minggu 12 September.

Syarat bebas intervensi, kata dia, menjadi syarat penting. Sebab, kejaksaan masih menjadi bagian dari pemerintahan. Selain itu, juga harus memiliki kemampuan yang kuat dalam mereformasi Kejaksaan.
Menurut Hasril, jaksa agung yang berasal dari pejabat karier maupun nonkarier sama.

Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. "Kombinasi luar-dalam mungkin bisa dipilih," ujarnya. Yakni jaksa agung berasal dari eksternal Kejaksaan, dan wakil jaksa agung dari internal Kejaksaan atau pejabat karier.

Dia memahami jika posisi jaksa agung dan wakil jaksa agung bukan merupakan satu paket yang dipilih bersamaan. "Tapi mereka satu paket sebagai pimpinan," jelas Hasril. Jaksa agung yang berasal dari nonkarier, bisa memilih pendampingnya dari internal yang kredibel. "Jangan sampai nanti malah jadi penghalang untuk melakukan reformasi di tubuh Kejaksaan," sambungnya.

Lantas siapa figur yang cocok? Hasril sependapat dengan wacana menjadikan salah satu dari Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanto sebagai jaksa agung jika tidak terpilih sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun dia lebih cenderung memilih Busyro. "Keduanya sudah melewati tahapan dan seleksi (calon pimpinan KPK) yang ketat," paparnya.

Hasril juga menyebut nama Yunus Husein, kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Harkristuti Harkrisnowo, dirjen HAM Kemenkum HAM, sebagai pilihan untuk mengisi kursi nomor satu di korps Adhyaksa.

Sementara calon dari internal, dari delapan pejabat eselon I, Hasril tidak menyebut nama yang cocok. "Mungkin pilihan yang terbaik dari yang terburuk," katanya. "Meski dari internal, tapi harus yang memiliki risiko paling kecil karena masing-masing sudah tahu kelebihan dan kekurangannya," imbuhnya.

Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) juga berpendapat perlunya figur jaksa agung yang berasal dari luar institusi Kejaksaan. Selama ini, reformasi di tubuh Kejaksan belum berjalan. Bahkan jika ada jaksa yang diduga terlibat kasus, justru terkesan ditutup-tutupi.

"Institusi Kejaksaan butuh jaksa agung yang bisa membenahi institusinya," kata Koordinator Kontras, Haris Azhar. Dia mencontohkan beberapa kasus korupsi dan kasus pelanggaran HAM yang belum tuntas. "Kasus Munir juga tidak ada perkembangan berarti," tegasnya. Dia juga sepakat dengan wacana memilih salah satu dari Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanto.

Sementara itu, Ketua Komisi Yudisial (KY) Busyro Muqoddas yang namanya ikut disebut dalam bursa calon pengganti Hendarman Supanji, menolak berkomentar. Ketika dihubungi kemarin, Busyro mengaku tidak memiliki kapasitas untuk mengomentari hal tersebut. "Kalau soal itu (Jaksa Agung), saya tidak akan berkomentar," ujarnya singkat.

Busyro menuturkan, dirinya bisa memberikan alasan jika dia terlibat langsung dalam proses seleksi seperti halnya dalam proses pemilihan calon pimpinan KPK. "Kalau di KPK kan saya ikut prosesnya, saya bisa berikan komentar. Untuk yang ini (jaksa agung), saya tidak bisa," katanya.

Busyro menambahkan, masih banyak nama lain yang memiliki integritas tinggi dibanding dirinya. "Masih banyak lah yang punya integritas itu," sebutnya merendah. (jpnn)