Soal Kapolri, SBY dinilai abaikan hak publik

Oleh: Anugerah Perkasa
JAKARTA: Koalisi Masyarakat Sipil menuding Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengabaikan hak publik dengan memilih Komjen Pol. Timur Pradopo sebagai kandidat Kapolri dengan mekanisme yang tertutup, alias tidak transparan.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar  mempertanyakan proses pemilihan calon Kapolri yang mendadak, tertutup, tidak partisipatif dan tidak akuntabel.

“Kami menengarai ada upaya politisasi yang kuat dalam proses ini. Sejak awal, proses seleksi internal calon Kapolri dari institusi Polri dan Kompolnas sudah sangat tertutup dan tidak transparan,” ujarnya kepada pers di Jakarta, hari ini.

Menurut Haris, tindakan Presiden telah mengabaikan proses yang tengah berlangsung dan bahkan tidak membuka hasil rekomendasi Komnas HAM, KPK dan PPATK yang semestinya menjadi pertimbangan utama terkait penentuan calon Kapolri.

Lebih khusus,  ujar dia, tindakan Presiden  telah mengabaikan hak publik untuk mengetahui latar belakang dan rekam jejak calon Kapolri.

Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari Kontras, ICW, LBH Jakarta, Imparsial, ICJR, Praxis, ILRC, IDSPS, YLBHI,  dan INFID. Mereka menilai Timur Pradopo masih memiliki masalah dengan penanganan kasus-kasus HAM.

Catatan Koalisi menyatakan Timur Pradopo adalah mantan Kapolres Jakarta Barat pada saat terjadinya penembakan mahasiswa Trisakti dan kerusuhan Mei 1998, dan mantan Kapolres Jakarta Pusat saat penembakan di Semanggi II pada 1999.

Selain itu, Timur Pradopo juga mantan Kapolda Metro Jaya yang hingga saat ini belum berhasil mengungkap pelaku atas penganiayaan Tama Satrya Langkun, aktivis ICW, serta pelemparan bom molotov terhadap kantor Majalah Tempo. Padahal kedua kasus itu menjadi perhatian publik.

Di akhir masa jabatannya sebagai Kapolda Metro Jaya, terjadi kerusuhan di Jl. Ampera, Jakarta Selatan,  namun justru dipromosikan menjadi Kabaharkam Mabes Polri dan pangkatnya dinaikkan menjadi Komjen Pol. atau bintang tiga. (ts)