Presiden SBY Harus Mulai Bicarakan “Dialog Damai” di Papua

Presiden SBY Harus Mulai Bicarakan “Dialog Damai”di Papua 

Dalam dua hari ini (21-22 November 2010) Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono SBY) melakukan kunjungan ke Papua. Seharusnya kunjungan ini mengagendakan pembahasan situasi keamanan yang banyak berimplikasi pada memburuknya kondisi Hak Asasi Manusia (HAM) di masyarakat sipil Papua. Atau secara lebih luas, SBY harus mengagendakan perumusan dialog di Papua. Kami menyayangkan jika kunjungan ini hanya untuk koordinasi kerja dan sekedar kunjungan simbolik, apalagi jika justru meningkatkan sekuritisasi Papua hingga berlipat-lipat.

Skandal penyiksaan oleh anggota TNI sebagaimana yang ada video youtube seharusnya bisa menjadi pintu masuk bagi pemerintah hari ini membangun keprihatinan atas kondisi di Papua. Terlebih kasus Video tersebut hanya direspon dengan cara terburu-buru, tidak transparan (bukan video yang sebenarnya) dan tidak menghukum secara layak para pelaku dan penanggung jawabnya. Kasus Video dan kegagalan memberikan keadilan atas kasus tersebut merupakan sebuah contoh kecil dari modus pengabaian hak-hak setiap anggota masyarakat di Papua.

Masyarakat Papua, sejauh ini mengalami marjinalisasi dan diskriminasi; masyarakat Papua dikorban dalam pola pembangunan yang gagal sejak orde baru; menjadi subyek yang lemah (secara politik, edukasi) hingga ringkih untuk dijadikan obyek kekerasan, serta; Pemerintah pusat selalu menutup kemungkinan dialog dengan masyarakat Papua. emberian otonomi khusus sejak 2001 terbukti gagal menghalau atau meminimalisir problem-problem diatas. Yang terjadi kemudian adalah meningkatkan angka korupsi oleh aparat pemerintahan local. Ini adalah bukti bahwa peningkatan biaya APBD untuk Papua tanpa memperbaiki persoalan lain secara komrehensif hanya akan mengubah wajah ketidak becusan pemerintah mengatasi persoalan Papua.

Sudah saatnya bagi pemerintah, apalagi Presiden SBY, untuk menunjukan pertanggung jawabannya atas kondisi di Papua dimana hak dan kenyaman hidup sebagai masyarakat Papua sebagai warga Negara semakin tidak terjamin. Kunjungan ke Papua ini harusnya juga mengagendakan pertemuan denga sejumlah kalangan, seperti komunitas korban pelanggaran HAM, Dewan Adat Papua, Dewan Perwakilan Rakyat Papua dan komunitas perempuan yang sangat potensial menjadi korban. Komunikasi dengan pihak-pihak ini akan membantu Presiden SBY mengerti kebutuhan non material masyarakat Papua. Pemahaman ini harapannya bisa mendorong kemunculan inspirasi bagi Presiden SBY untuk mendorong adanya dialog bagi Papua.

Jakarta, 21 November 2010

Haris Azhar, Koordinator Badan Pekerja KontraS

Septer Manufandu, Sekertaris Eksekutif Foker LSM Papua