Surat Terbuka Etika Kehidupan Berbangsa: Keadilan dan Penegakan HAM

Hal : Surat Terbuka Etika Kehidupan Berbangsa: Keadilan dan Penegakan HAM

 

Kepada Yang Terhormat,
Bapak H. M Taufiq Kiemas
Ketua MPR RI
Di
Tempat

 

 

Dengan Hormat,

Kami, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak kekekrasan (KontraS) bersama korban dan keluarga korban dari berbagai latar belakang kasus kekerasan negara, diantaranya kasus pelanggaran HAM berat, represi kebebasan beragama, penyerobotan tanah, kejahatan modal, buruknya pelayanan publik  dan kasus – kasus lain baik yang berbasis hak sipil politik maupun ekonomi, sosial dan budaya menyampaikan keprihatinan atas pengabaian tanggungjawab negara dalam hal pemenuhan, pemajuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia.

Enam tahun kabinet Indonesia Bersatu yang dipimpin oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, tak terlihat kebijakan-kebijakan yang menyentuh rasa keadilan dikeluarkan, sehingga bagi korban keadilan hanyalah merupakan mimpi yang tak kunjung nyata, karena kebangkrutan hukum dan keadilan terus menggurita.

Hal ini terlihat dari macetnya institusi hukum, munculnyanya kebijakan yang tidak pro rakyat, mandeknya agenda penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, berulang praktek kekerasan dan meningkatnya kekerasan terhadap pembela HAM dan pemeluk agama minoritas. Disisi lain hukum hanya dijadikan alat legitimasi segelintir pemimpin yang korup. Situasi ini menunjukan bahwa hukum telah hilang dari makna sejati keadilan.

Situasi diatas secara nyata bertentangan dengan semangat dan cita – cita kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi tertinggi Undang – Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang memberikan jaminan bagi warga negara untuk mendapatkan keadilan, perlindungan pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM.

Pasal 28I  ayat (4) menyatakan bahwa “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan  hak  asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”.Implementasi kewajiban ini masih sebatas pada tataran formal dalam bentuk perundang †undangan dan sejumlah peraturan, namun masih jauh dari substansi pemenuhan HAM bagi warga negara.

Pasal 27 (1) UUD 1954 menyatakan bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum&nbsp danpemerintahan itu dengantidak ada kecualinya”tetapi saat ini, hukum dan keadilan tidak berpihak bagi warga negara yang lemah dan para korban pelanggaran HAM.

 

Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 menyatakan
“Kekuasaan kehakiman  merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”. Namun realitasnya independensi dan fungsi Lembaga Penegak (badan – badan peradilan) sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman justru menjadi bagian dari mafia hukum dan perpanjangan impunitas (kekebalan hukum)

Mendasarkan pada situasi dan kondisi diatas, serta mengacu pada konstitusi UUD 1945, kami memandang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR RI) perlu segera melakukan seruan institusional dan langkah konstitusional. Langkah ini dapat dilakukan, diantaranya dengan:

Pertama, Mengefektikan konsultasi dan koordinasi dengan Presiden dan/atau pemimpin lembaga negara lainnya dalam rangka pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945, sebagaimana disebutkan diatas. hal ini sesuai dengan Keputusan MPR RI No 6/ MPR/2010 tentang Peraturan Tata Tertib MPR RI, pasal 22, huruf b.

Kedua,Mendorong pengarusutamaan dan implementasi subtantif perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM, sebagaimana mandat Ketetapan MPR RI No XVII/1998  tentang HAM pasal 1 “Menugaskan kepada Lembaga-lembaga Tinggi Negara dan seluruh Aparatur Pemerintah, untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat”. Upaya ini diantaranya dapat dilakukan dengan mendorong adanya penyelesaian kasus †kasus pelanggaran HAM berat yang terhambat sejak penyelesaiannya baik di Kejaksaan Agung, DPR dan Presiden.

Ketiga, Menyerukan secara institusional kepada semua lembaga negara untuk mentaati konstitusi bernegara, mengembalikan martabat hukum dan menempatkan etika kehidupan berbangsa sebagai dalam penyelenggaran Negara. Sebagaimana diamanatkan dalam Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002 “Perlu ditegakkan Etika Kehidupan Berbangsa yang meliputi, etika sosial dan budaya, etika politik dan pemerintahan, etika ekonomi dan bisnis, etika penegakkan hukum yang berkeadilan dan berkesetaraan, etika keilmuan, dan etika lingkungan untuk dijadikan acuan dasar dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan arah kebijakan dan kaidah pelaksanaannya, serta menjiwai seluruh pembentukan undang-undang“.

Demikian masukan serta harapan ini kami sampaikan, sebagai bentuk keyakinan dan upaya kami untuk untuk menjaga Indonesia dari kehancuran. Dan semoga MPR bisa menjadi medium suara rakyat yang sesungguhnya. Terimakasih.

Jakarta, 02 Februari 2011

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
Korban dan Keluarga Korban Penculikan dan Penghilangan Paksa Aktivis 1997/1998
Korban dan Keluarga Korban Tragedi Tanjung Priok 1984
Keluarga Korban Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II 1998/1999
Keluarga krban Tragedi Mei 1998
Keluarga Korban Talangsari 1989
Korban dan Keluarga Korban Peristiwa 1965/1966
Korban dan Keluarga Korban Pelanggaran HAM di Papua
Korban kekerasan terhadap Warga Ahmadiyah
Korban Kriminalisasi oleh hukum
Korban Rekayasa kasus
Korban Penyerobotan dan Penggusuran Tanah
Korban Penggusuran Pasal Tradisional