Slamet Effendi Yusuf: Tidak Ada Toleransi untuk Kekerasan

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA–Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Kerukunan Antarumat Beragama Slamet Effendi Yusuf mengatakan bahwa tidak ada toleransi untuk kekerasan, apalagi yang mengatasnamakan agama Islam. "Zero tolerance terhadap kekerasan apalagi mengatasnamakan agama Islam karena itu bisa merusak nama dan citra Islam sendiri," kata Slamet Effendy di Jakarta, Senin.

Pernyataan itu disampaikan usai menjadi salah satu narasumber dalam dialog mengenai penyelesaian Kasus Talangsari dan peluang memperbaiki wajah kebebasan beragama di Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) di Jakarta. Menurut Slamet Effendy, terkait dengan tindak kekerasan yang terjadi atas warga Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten pada Minggu (6/2) yang menyebabkan tiga jamaah ahmadiyah meninggal dunia dan beberapa lainnya luka-luka merupakan tindakan yang tidak bisa ditolelir.

MUI dalam fatwanya juga tidak membenarkan tindakan-tindakan yang anarkhis yang melanggar hukum dan MUI mengajak semua umat Islam untuk mengeliminasi tindakan-tindakan kekerasan seperti yang terjadi terhadap jamaah Ahmadiyah. "Sebagai agama yang bermakna damai dan mayoritas, kita harapkan dapat menjadi pelindung bagi umat lainnya yang minoritas," ujarnya.

Dia juga membantah jika fatwa MUI yang menyatakan Ahmadiyah sesat dan menyesatkan memicu kekerasan sebab selain MUI, ormas-ormas Islam lainnya juga sudah sepakat bahwa ajaran Ahmadiyah di luar dari Islam. Misalnya Muhammadiyah yang sudah menganggap Ahmadiyah sesat sejak 1926 dan MUI pada 1980 di bawah pimpinan Buya Hamka dan diperbarui pada 2005 sudah menyatakan Ahmadiyah sesat begitu juga dengan Nahdatul Ulama (NU).

Terkait pernyataan pemerintah untuk mengavaluasi SKB tiga menteri tentang Ahmadiyah, Slamet Effendy menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah namun yang penting saat melakukan evaluasi harus mengikutsertakan lembaga-lembaga Islam termasuk Ahmadiyah. "Sikap MUI sudah jelas kalau berkaitan dengan pembubaran itu wewenang pemerintah sebagai Ulil Amri karena itu masyarakat tidak punya wewenang menghakimi suatu kelompok apalagi dengan kekerasan," tambahnya.

Dalam hal ini, dikatakannya, MUI sudah berupaya mengajak MUI di daerah untuk berbicara dan mengajak kembali jemaah dari aliran yang sesat untuk kembali ke jalan yang benar sesuai Islam.