Kontras identifikasi pelaku Cikeusik

JAKARTA: Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengidentifikasi tiga level pelaku dalam penyerangan jemaat Ahmadiyah di Cikeusik yakni dari pelaku lapangan, pengorganisir hingga pemberi motivasi kepada masyarakat untuk melakukan tindak kekerasan pada 6 Februari 2011 tersebut.

Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan yang diperiksa oleh kepolisian sejauh ini masih sebatas pada aktor eksekusi di lapangan, dan belum menyentuh dua level di atasnya. Pengungkapkan semua level aktor dalam kasus tersebut, sambungnya, menjadi penting untuk mencegah terjadinya aksi kekerasan serupa di masa mendatang.

"Siapa yang menggorganisir misalnya tentang adanya pita biru, pita hijau dan tak berpita. Siapa yang memberikan motivasi secara langsung dan tak langsung tentang Ahmadiyah, sehingga terjadi penyerangan tersebut," ujar Haris di Jakarta hari ini. "Ini yang harus diungkapkan seluruhnya oleh pemerintah dalam hal ini kepolisian."

Kontras mencatat satu saksi yang didampingi mengatakan adanya tokoh masyarakat  yang membagi-bagikan uang sebelum penyerangan yang menewaskan tiga jemaat Ahmadiyah itu.  Menurut Haris, penyerangan terhadap Ahmadiyah itu juga terkait dengan politik lokal wilayah tersebut di mana salah satu janjinya adalah pembubaran kelompok itu.

Catatan Kontras menyatakan peristiwa Cikeusik sebenarnya berawal pada  11 November 2010 di mana dua warga Ahmadiyah, Atep dan Ismail Suparman dipanggil ke kantor Kecamatan Cikeusik. Saat itu, lurah Desa Umbulan, kapolsek dan camat Cikeusik meminta pembubaran Ahmadiyah, namun keduanya menolak.

Pada 16 November 2010 terjadi pertemuan kedua di lingkungan Muspida  yang di antaranya dihadiri pihak kejaksaan, polres, Majelis Ulama Indonesia dan kepala desa, yang juga meminta pembubaran Ahmadiyah.

Namun, pertemuan tersebut gagal  membuat kesepakatan.  Selain itu, ada pula  pengerahan massa dari kelompok masyarakat tertentu."Pemeriksaan [jajaran Muspida] harus dilakukan, karena berkaitan dengan peristiwa tersebut," ujar Haris.

Direktur Kampanye dan Advokasi YLBHI Nasokah mengatakan pemaksaan untuk pembubaran terhadap kelompok Ahmadiyah merupakan pelanggaran terhadap hak sipil dan politik. Menurut dia, selama organisasi itu tak melanggar ketertiban umum dan melakukan kejahatan, pembubaran tak dapat dilakukan.

"Hal itu sesuai dengan konstitusi yang menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul," ujar Nasokah saat dihubungi di Jakarta. "Tak ada satu lembaga pun yang dapat membubarkan satu kelompok tertentu, karena justru melanggar hak sipil dan politik."

Oleh karena itu, sambungnya, dugaan pemaksaan oleh aparat setempat berikut pembiaran terhadap jemaat Ahmadiyah dapat diproses secara hukum.  YLBHI menilai publik dapat melakukan tekanan terhadap pemerintah agar masalah tersebut diproses secara hukum.

Penyerangan terhadap jemaat Ahmadiyah di Cikeusik, Banten, Jawa Barat terjadi pada 6 Februari 2011, sehingga menewaskan tiga orang yakni Roni Ahmad, Adi Mulyadi dan Tarno dari jemaat Ahmadiyah. Berdasarkan keterangan Mabes Polri, saat ini Polda Banten telah menetapkan delapan tersangka yang diduga terlibat dalam aksi penyerangan tersebut. (Alp)