Kontras: Intelijen Perlu Dipertegas Biar Tak Liar

Jakarta – Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak perbaikan rancangan undang-undang (RUU) Intelijen yang sedang dibahas DPR. Perbaikan tersebut guna memastikan praktik intelijen tidak berlangsung liar dan bisa dipertanggungjawabkan.

"Karena selama ini bisa dibilang liar. Intelijen bisa memeriksa, menahan, menginterogasi. Publik, masyarakat tidak tahu kepada siapa harus berkeluh kesah bila ada kesalahan dan menjadi korban," kata Ketua Kontras, Haris Azhar di kantornya, Jl Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (23/3/2011).

Menurut Azhar, hanya aktifitas intelijen yang belum diatur secara tegas dalam sektor keamanan. Kepolisian dan TNI sudah mempunyai payung hukum yang jelas yakni UU No 2/2002 dan UU No 34/2004.

Akibatnya, banyak aktifitas intelijen yang dikeluhkan masyarakat dan sulit dipertanggungjawabkan. "Adalah kewajiban RUU ini menyediakan mekanisme koreksi bila praktik intelijen menyimpang," tukas Azhar memberi gambaran.

Azhar menerangkan, ada 4 perkara yang perlu dibereskan dalam RUU Intelijen. Yakni soal fungsi pengamanan, penyadapan, pengawasan dan koreksi.

Kabiro Penelitian Kontras, Papang Hidayat dalam kesempatan serupa mengatakan, RUU membolehkan intelijen melakukan kegiatan ‘pengamanan’. "Bila tidak dijelaskan secara ketat akan membuka potensi tumpang tindih dengan kewenangan polisi," timpal Papang.

Papang menambahkan, RUU Intelijen belum memunculkan saluran koreksi bila kerja intelijen lalai. Mekanisme ini berguna untuk kepuasan dan jaminan non-repetisi kasus pelanggaran HAM.

Sekarang kemana mengadu kalau intelijen salah? Kerja intel itukan hanya berdasar desas-desus. Bagaimana kalau tidak ada bukti, tidak ada saksi dan sebagainya" tutur Papang.

RUU Intelijen sedang digodok Komisi I DPR. Dalam RUU ini memberi kewenangan koordinasi pada Badan Intelijen Negara (BIN). BIN berkoordinasi dengan kementerian kementerian.