Lagi, Warga Kebumen Tolak Latihan Militer

TEMPO Interaktif, Kebumen – Sekitar 30 spanduk berisi penolakan latihan militer di Desa Setrojenar, Kabupaten Kebumen, dipasang warga di beberapa titik, termasuk di jalan depan kantor Dinas Penelitian dan Pengembangan yang terletak di desa tersebut. Bulan lalu, bentrokan pecah di desa itu antara warga dengan TNI AD akibat penolakan warga terhadap latihan militer.

Spanduk dengan tinta merah tersebut di antaranya bertuliskan “Warga bersatu, tolak latihan TNI” serta spanduk bertuliskan “Jadikan Kawasan Urut Sewu sebagai lahan pertanian dan pariwisata”. “Kami memasang spanduk karena mendengar TNI akan melakukan latihan militer lagi di sini,” terang Koordinator Pemasangan Spanduk, Paryono, Minggu, 15 Mei 2011.

Paryono mengatakan ia mengetahui dari pemberitaan media massa kalau TNI akan kembali menggelar latihan militer di desa tersebut. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Pangdam IV Diponegoro Mayjen Langgeng Setiyono di Magelang beberapa waktu lalu.

Ia mengatakan rencana tersebut ditolak warga. Ia menambahkan dengan kekuatan yang ada, perlawanan akan tetap dilakukan. Menurutnya, TNI tidak perlu menggunakan kekuatan senjata untuk membungkam aspirasi warga yang menganggap tanah mereka merupakan tanah warisan turun temurun.

Ketua Litigasi Tim Advokasi Petani Urut Sewu Kebumen Teguh Purnomo mengatakan seharusnya TNI bisa menahan diri untuk tidak melakukan provokasi dengan menggelar latihan militer. “Kasusnya saja masih dalam proses, latihan militer ini justru dikhawatirkan akan menambah persoalan,” katanya.

Ia menambahkan laporan terkait perusakan 12 sepeda motor milik warga oleh tentara sudah dilimpahkan oleh Polres Kebumen ke Denpom. Namun, hingga saat ini, laporan tersebut tidak ketahuan kabarnya.

Komandan Kodim 0709 Kebumen Letkol Infanteri Windiyatno mengatakan terkait latihan militer bukan kewenangannya, tapi Dislitbang. “Persoalan Urut Sewu sudah menjadi kewenangan Kodam IV, saya hanya menunggu komando dari Pangdam,” katanya.

Sementara itu, dalam siaran persnya yang diterima Tempo, Kontras memaparkan temuannya terkait insiden Kebumen tersebut. Tim pencari fakta yang turun ke Kebumen sudah menemui 11 orang saksi yang melihat langsung dan menjadi korban kekerasan tentara. “Kami menemukan adanya tindakan penyerangan dan kekerasan terhadap warga sipil ,” terang Koordinator Kontras, Haris Azhar, dalam keterangan persnya.

Dalam insiden tersebut, tentara keluar dari Kantor Dislitbang dengan membawa senjata api laras panjang dan tongkat. Tentara melepas tembakan ke arah warga sambil menyerang, menangkap, dan menyiksa warga.

Tentara juga merangsek ke rumah warga sambil mendobrak pintu rumah. Bahkan mereka memberondong tembakan di dalam kamar.

Selain itu, kata dia, akibat tindakan itu, 13 warga mengalami luka-luka berat, enam di antaranya mengalami luka tembak, sedangkan yang lainnya mengalami luka lebam di wajah dan di bagian tubuhnya. “Polisi juga melakukan pembiaran atas tindakan tentara tersebut,” imbuhnya.

Untuk itu, kata Haris, pihaknya meminta Komnas HAM segera mengeluarkan laporan hasil pemantauan di lapangan sebagai bentuk akuntabilitas lembaga tersebut. Selain itu, Kompolnas harus mengusut tindakan pembiaran yang dilakukan aparat kepolisian. “Kami meminta TNI menghentikan kegiatan latihan militer atau uji senjata militer sampai sengketa tanah jelas secara hukum,” tegasnya. ARIS ANDRIANTO