Keterlibatan TNI di Papua Perlu Dikontrol

INILAH.COM, Jakarta – Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) meminta pemerintah mengambil tindakan tegas dengan mengontrol keterlibatan TNI dalam mengantisipasi tindakan kekerasan di Papua.

"Kami tegaskan bahwa pemerintah adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas situasi ini. Pemerintah tidak bisa sekedar mengerahkan TNI dan Polri untuk memulihkan situasi," ujar Koordinator KontraS Haris Azhar dalam keterangan persnya, di Kantor Kontras, Jalan Borobudur, Menteng, Minggu (7/8/2011).

Menurut Haris, pemerintah harusnya bisa lebih menggunakan perannya sebagai pengontrol dan mengevaluasi penerjunan TNI dalam operasi di Papua. Sebab Indonesia sampai saat ini belum memiliki peraturan yang mengatur mengenai pelibatan TNI dalam penyelesaian kasus tertentu.

"Mengingat sampai saat ini kita belum memiliki undang-undnag perbantuan militer sehingga tidak ada alat ukur yang jelas atas keterlibatan TNI. Sebaiknya UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI, dengan tegas menyatakan pengerahan TNI harus sepengetahuan Presiden," jelasnya.

KontraS mencatat, sepanjang Agustus 2011 telah terjadi delapan peristiwa kekerasan dan penembakan di Papua. Dari kasus tersebut setidaknya 32 warga sipil dan 9 anggota TNI menjadi korban atas peristiwa kekerasan tersebut.

Dari catatan itu, lanjut Haris, korban semakin bertambah semenjak TNI kembali melakukan operasi hingga ke beberapa daerah di Papua. "Patut disayangkan beberapa pejabat tinggi di Jakarta Justru melontarkan pernyataan-pernyataan parsial dengan kembali mendorong TNI untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Bahkan lebih buruk lagi, Polri telah menerjunkan Densus 88 ke Papua," tandasnya. [tjs]